Jum'at, 07 Desember 2012
PT Chevron telah memulai proses ini sejak tahun 1994. Dimulai dengan uji laboratorium. Chevron memiliki sembilan fasilitas bioremediasi yang berada di wilayah Minas, kawasan Duri, serta ladang minyak lain di wilayah Riau. Proses bioremediasi ini dioperasikan penuh sejak tahun 2003. Selanjutnya, proses ini ditenderkan kepada perusahaan PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.
Tahun 2006 proyek ini diklaim fiktif. Karena perusahaan subcont (PT
Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya), pelaksana proyek ini, hanyalah
kontraktor umum.
Padahal, PT Chevron telah mengklaim biaya bioremediasi kepada pemerintah Indonesia melalui BP Migas sejak tahun 2003. Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara akibat proyek fiktif ini sekitar US$ 23,36 juta atau kurang-lebih Rp 200 miliar.
Padahal, PT Chevron telah mengklaim biaya bioremediasi kepada pemerintah Indonesia melalui BP Migas sejak tahun 2003. Kejaksaan Agung memperkirakan kerugian negara akibat proyek fiktif ini sekitar US$ 23,36 juta atau kurang-lebih Rp 200 miliar.
5
Oktober 2011
Penyidik di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek bioremediasi.
12 Maret 2012
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung menyatakan bahwa proses bioremediasi ini fiktif. Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka. Lima di antaranya penanggung jawab proyek dan manajer dari PT Chevron. Mereka adalah Endah Rumbiyanti, Widodo, Kukuh, Alexiat Tirtawidjaja, dan Bachtiar Abdul Fatah. Dua orang lainnya adalah direktur dari perusahaan rekanan, Herlan, direktur pada Perusahaan Kontraktor PT Sumigata Jaya, dan Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri.
Akhir Maret 2012
Enam tersangka dilarang bepergian ke luar negeri. Adapun Alexiat Tirtawidjaja sudah berada di luar negeri sebelum pencekalan itu diberlakukan.
26 September 2012
Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan enam dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
26 November 2012
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan empat karyawan Chevron terhadap Kejaksaan Agung bahwa penahanan yang dilakukan penyidik Kejagung tidak sah menurut hukum. Hakim menyatakan, penetapan status tersangka terhadap empat karyawan Chevron tidak sah. Acuannya adalah Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2010.
Desember 2012
Pelimpahan berkas tahap kedua telah dilakukan. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak menahan tiga tersangka dari Chevron karena mereka dianggap kooperatif.
Sejumlah praktisi hukum melihat bahwa hakim dalam gugatan praperadilan ini tidak dapat memutus batal status tersangka. Karena bukan wewenang dalam praperadilan. Jika kasus ini perdata, hakim praperadilan dapat mengeluarkan putusan. Kasus Chevron masuk dalam ranah pidana.
Pihak Chevron sendiri menilai bahwa hendaknya kasus ini berada dalam ranah perdata. Kerangka kerja Chevron bernaung dalam kontrak bagi hasil dengan BP Migas. Dalam hal ini Chevron sebagai kontraktor dari BP Migas.
DINA / PDAT
Penyidik di bawah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek bioremediasi.
12 Maret 2012
Hasil penyidikan Kejaksaan Agung menyatakan bahwa proses bioremediasi ini fiktif. Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka. Lima di antaranya penanggung jawab proyek dan manajer dari PT Chevron. Mereka adalah Endah Rumbiyanti, Widodo, Kukuh, Alexiat Tirtawidjaja, dan Bachtiar Abdul Fatah. Dua orang lainnya adalah direktur dari perusahaan rekanan, Herlan, direktur pada Perusahaan Kontraktor PT Sumigata Jaya, dan Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri.
Akhir Maret 2012
Enam tersangka dilarang bepergian ke luar negeri. Adapun Alexiat Tirtawidjaja sudah berada di luar negeri sebelum pencekalan itu diberlakukan.
26 September 2012
Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan enam dari tujuh tersangka kasus dugaan korupsi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Mereka ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
26 November 2012
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan empat karyawan Chevron terhadap Kejaksaan Agung bahwa penahanan yang dilakukan penyidik Kejagung tidak sah menurut hukum. Hakim menyatakan, penetapan status tersangka terhadap empat karyawan Chevron tidak sah. Acuannya adalah Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2010.
Desember 2012
Pelimpahan berkas tahap kedua telah dilakukan. Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tidak menahan tiga tersangka dari Chevron karena mereka dianggap kooperatif.
Sejumlah praktisi hukum melihat bahwa hakim dalam gugatan praperadilan ini tidak dapat memutus batal status tersangka. Karena bukan wewenang dalam praperadilan. Jika kasus ini perdata, hakim praperadilan dapat mengeluarkan putusan. Kasus Chevron masuk dalam ranah pidana.
Pihak Chevron sendiri menilai bahwa hendaknya kasus ini berada dalam ranah perdata. Kerangka kerja Chevron bernaung dalam kontrak bagi hasil dengan BP Migas. Dalam hal ini Chevron sebagai kontraktor dari BP Migas.
DINA / PDAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar