Bisnis.com, PEKANBARU--Keluarga dua terdakwa kasus
dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI),
yakni Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo, berkeras untuk mengajukan
peninjauan kembali (PK) untuk mencari keadilan, setelah pascavonis yang
dijatuhkan di tingkat Mahkamah Agung.
Ratna Indiastuti, istri
Ricksy, mengatakan akan terus memperjuangkan kasus karena putusan hakim
selama ini dinilai justru menciderai keadilan terdakwa. “Yang
pasti, pascaputusan kasasi Mahkamah Agung, saya akan terus berjuang.
Apakah akan dilakukan PK atau langkah lainnya. Sebab, anak-anak kami
sudah sangat menderita,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima
Bisnis.com, Kamis (19/6).
Pernyataan senada disampaikan pula oleh
Sumiyati, istri dari terdakwa Herland bin Ompo. Bahkan, Sumiyati
mengatakan, akibat kasus ini bisnis yang dirintis oleh suaminya kini
berada dalam kondisi hancur lebur.
“Sekarang semua ini hancur.
Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK. Lebih dari itu, kami masih
harus membayar ganti rugi sebesar US$6 juta sesuai putusan hakim,”
katanya.
Sumiyati pun menaruh asa pada peluang langkah hukum
lanjutan, termasuk peninjauan kembali (PK). Dia berharap, hakim di
tingkat PK kelak mampu menggunakan ilmu dan nuraninya dalam membuat
keputusan kelak.
Pada awal Februari lalu, Mahkamah Agung (MA)
mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman
terdakwa Ricksy. MA membatalkan putusan di tingkat Tinggi yang
menjatuhkan hukuman 3 tahun dan menyatakan kembali kepada putusan
Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana 5 tahun penjara.
Di
Pengadilan Tipikor, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet
Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor bioremediasi, divonis
bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun dalam kasus yang dinilai merugikan
negara Rp100 miliar. Chevron sendiri mengaku proyek ini masih
sepenuhnya dibiayai perusahaan dan tak menggunakan sepeserpun uang
negara.
Selain Ricksy, MA juga telah memutus sidang kasasi atas
terdakwa Herland bin Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, pada April 2014.
Herland dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, denda ratusan juta rupiah, dan
diwajibkan membayar yang pengganti kerugian negara sebesar US$6,9 juta.
Chevron
Pacific Indonesia (CPI) merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi
yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat
ini berubah menjadi SKK Migas. PT CPI, selaku perusahaan PSC, mempunyai
salah satu kewajibanya itu memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat
operasi dan eksplorasi.
Sejak 1994 teknologi bioremediasi diuji
dan terbukti ampuh untuk memulihkan tanah dan izin pun diterima PT CPI
pada 2002 dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk penerapan bioremediasi
di lahan operasi PT CPI di Riau yang dimulai pada 2003.
Dalam
pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi
yang menjadi wilayah kerja operasinya.Sepanjang 2006 sampai 2012, ada
puluhan tender yang digelar PT CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT
Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi
yang ketat dan transparan.
Corporate Communication Manager Chevron
Indonesia, Dony Indrawan menjelaskan bahwa proses tender yang
dijalankan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dikonfirmasi
oleh pihak berwenang yang menerbitkan peraturan tersebut.
“Karyawan
kami dan kontraktor yang telah bekerja sesuai dengan tugasnya dalam
proyek yang telah disetujui, diawasi oleh instansi pemerintah yang
berwenang dengan hasil nyata semestinya memperoleh perlindungan dan
jaminan hukum,” ujarnya.
Klik Bisnis.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar