Jakarta - Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo,
terdakwa kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI)
terus menuntut keadilan. Pasca kasasinya ditolak Mahkamah Agung (MA),
kedua terdakwa bersiap untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK)
guna mendapatkan keadilan.
“Yang pasti, pasca putusan kasasi MA,
saya akan terus berjuang. Apakah akan dilakukan PK atau langkah lainnya.
Sebab, anak-anak kami sudah sangat menderita,” kata Ratna Indiastuti,
istri Ricksy, kepada detikcom, Rabu (18/6/2014).
Pernyataan
senada disampaikan pula oleh Sumiyati, istri dari terdakwa Herland bin
Ompo. Bahkan, Sumiyati mengatakan, akibat kasus ini bisnis yang dirintis
oleh suaminya kini berada dalam kondisi hancur lebur.
“Sekarang
semua ini hancur. Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK. Lebih dari
itu, kami masih harus membayar ganti rugi sebesar US$6 juta sesuai
putusan hakim,” katanya.
Sumiyati pun menaruh asa pada peluang
langkah hukum lanjutan, termasuk Peninjauan Kembali (PK). Hanya saja,
dia berharap, hakim di tingkat PK bisa membebaskan suami dan rekan
suaminya.
Pada awal Februari lalu, MA mengabulkan kasasi jaksa
penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa Ricksy. MA
membatalkan putusan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan
memvonis sesuai putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Putusan itu
sekaligus membatalkan PT yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga
tahun penjara.
Di Pengadilan Tipikor, Ricksy yang merupakan
Direktur PT Green Planet Indonesia, salah satu perusahaan kontraktor
bioremediasi, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun. Chevron
sendiri mengaku proyek ini masih sepenuhnya dibiayai Chevron.
Klik Detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar