Kamis, 19 Juni 2014

Ajukan PK, Keluarga Kasus Bioremediasi Chevron Cari Keadilan

JAKARTA - Keluarga dua terdakwa kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Ricksy Prematuri dan Herland bin Ompo, bersikeras mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Putusan hakim kasasi Mahkamah Agung yang memperberat hukuman terhadap kedua terdakwa, dinilai menciderai keadilan. Keluarga berharap PK akan menjadi solusi yang lebih baik bagi kedua terdakwa.


“Pascaputusan kasasi Mahkamah Agung, saya akan terus berjuang. Apakah akan dilakukan PK atau langkah lainnya. Sebab, anak-anak kami sudah sangat menderita,” seperti dituturkan Ratna Indiastuti, istri Ricksy, dalam keterangannya, Rabu 18 Juni kemarin.

Istri terdakwa Herland, Sumiyati, mengatakan akibat kasus ini bisnis yang dirintis suaminya kini hancur lebur. "Sebanyak 1.000 karyawan terpaksa kami PHK. Kami masih harus membayar ganti rugi sebesar USD6 juta sesuai putusan hakim,” katanya.

Dengan pengajuan PK bersama Ratna, Sumiyati menaruh harapan mendapatkan keadilan yang lebih baik. Dia berharap, hakim di tingkat PK mampu menggunakan ilmu dan nuraninya dalam membuat keputusan.

Awal Februari lalu, Mahkamah Agung mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum dengan  memperberat hukuman terdakwa Ricksy. Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa menjadi tiga tahun. Mahkamah Agung mengembalikan putusan Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana 5 tahun penjara.

Pengadilan Tipikor memvonis Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri, dengan hukuman 5 tahun penjara. Ricky dianggap bersalah dalam kasus proyek bioremediasi Chevron yang dinilai merugikan negara Rp100 miliar.

Herland sebagai Direktur PT Sumigita Jaya, divonis Mahkamah Agung dengan hukum 6 tahun penjara, April 2014 lalu. Selain hukuman, Herland diminta membayar denda hingga ratusan juta rupiah dan diwajibkan membayar kerugian negara USD6,9 juta.

Sementara Corporate Communication Manager Chevron Indonesia Dony Indrawan mempertanyakan tudingan korupsi di proyek bioremediasi. Pasalnya proyek bioremediasi sepenuhnya dibiayai Chevron dan tak menggunakan sepeserpun uang negara.

Selain itu tidak ada satu pun bukti yang hadir dipersidangan soal kerugian negara ataupun tindakan pidananya. Proses tender dijalankan sesuai dengan peraturan berlaku dan dikonfirmasi oleh pihak berwenang yang menerbitkan peraturan tersebut.

“Karyawan kami dan kontraktor yang telah bekerja sesuai dengan tugasnya dalam proyek yang telah disetujui, diawasi oleh instansi pemerintah yang berwenang dengan hasil nyata semestinya memperoleh perlindungan dan jaminan hukum,” ujarnya.

Dony menyesalkan kasus ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi para terdakwa dan keluarganya.

Proyek bioremediasi PT CPI di Riau, merupakan proyek pemulihan lahan-lawan yang tercemar akibat ekplorasi minyak bumi. PT CPI merupakan perusahaan eksplorasi minyak bumi yang terikat production sharing contract (PSC) dengan BP Migas yang saat ini berubah menjadi SKK Migas.

Selaku perusahaan PSC, PT CPI berkewajiban memulihkan lahan-lahan yang tercemar akibat operasi dan eksplorasi. Untuk pemulihan lahan-lahan yang tercemar, PT CPI menggunakan penerapan teknologi bioremediasi. Karena bioremediasi terbukti ampuh untuk memulihkan tanah yang tercemar.

Penerapan bioremediasi sendiri telah sesuai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup pada 2002. Proyek dimulai pada 2003.

Dalam pelaksanaan bioremediasi ini, CPI menggelar tender di sejumlah lokasi yang menjadi wilayah kerja operasinya. Sepanjang 2006 sampai 2012, ada puluhan tender yang digelar PT CPI. PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya memenangkan sejumlah tender yang dilakukan dengan seleksi yang ketat dan transparan.
Klik Sindonews.com

1 komentar:

  1. untuk mendapatkan putusannya bagaimana? kalau ada, boleh dikirim ke email saya? untuk keperluan tugas akhir, terimakasih sebelumnya

    BalasHapus