Senin, 29 September 2014

Kasus Bioremediasi, Ribuan Pekerja dan Mitra Kerja Chevron Tuntut Keadilan

Jakarta– Belasan pekerja dan mitra kerja Chevron dari seluruh wilayah operasi di Sumatera, Kalimantan Timur dan Jakarta mendatangi kantor Mahkamah Agung (MA), Istana Presiden dan Kantor Transisi Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) untuk mengadukan ketidakadilan yang menimpa rekan-rekan mereka dalam proses hukum kasus bioremediasi.
Mereka mewakili lebih dari 5.000 pekerja dan mitra kerja Chevron yang telah menandatangani surat terbuka.


“Kami mewakili ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron, membawa surat terbuka untuk mengadukan nasib rekan-rekan kami. Kami datang dari seluruh wilayah Chevron di Riau, Jakarta dan Kalimantan,” ujar Julyus Wardiyan selaku wakil pekerja dari Sumatera, di gedung MA, Jakarta, seperti dikutip dalam keterangan resminya Senin (29/9)
Menurut Julyus, kasus yang menjerat rekan-rekan di Chevron bukan sebagai kasus hukum, apalagi korupsi. Justru yang terjadi adalah tragedi hukum dan kemanusiaan yang bisa saja menimpa siapapun. "Untuk itu, kami ingin agar kasus hukum ini menjadi perhatian bersama. Karenanya surat ini terbuka bagi siapa saja yang peduli hak asasi manusia (HAM),” tambah Julyus.
Menurut Julyus, mereka mengenal rekan-rekan yang terjerat kasus ini sebagai sosok yang baik dan berintegritas. “Kami sangat prihatin, karena lebih dari dua tahun kasus ini telah menimbulkan kesulitan yang luar biasa terhadap rekan-rekan kami dan keluarganya,” ujar dia.
Dalam surat terbuka yang dikirimkan ke MA, Presiden dan Presiden terpilih, ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron menuntut pihak berwenang melakukan tindakan terkait ketidakadilan yang menimpa rekan-rekan mereka pada proses hukum kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Dalam surat tersebut, para pekerja meyakini bahwa tidak ada tindak pidana yang dilakukan rekan-rekan mereka dalam kasus proyek Bioremediasi PT CPI.  Alasannya adalah, mereka telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, taat peraturan serta tidak melanggar hukum. Mereka tidak melakukan kegiatan yang memberikan keuntungan pribadi maupun tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Tidak ada kerugian negara terkait proyek ini karena PT CPI menanggung seluruh biaya operasi proyek bioremediasi dan tidak ada penggantian dari pemerintah sampai saat ini," tulis keterangan surat tersebut.
Dalam surat ini para pekerja menilai bahwa proyek bioremediasi termasuk salah satu bagian dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) antara Pemerintah Indonesia dengan PT Chevron Pacific Indonesia, dimana mekanisme penyelesaian perselisihan mengacu pada hukum acara perdata.
Para pekerja ini mengaku bahwa rekan-rekan mereka adalah warga negara Indonesia dan anggota masyarakat yang baik dan memiliki integritas tinggi. Ribuan pekerja Chevron ini mengaku tidak dapat berdiam diri melihat ketidakadilan dan kesusahan yang dialami rekan-rekan mereka.
Surat tersebut ditutup dengan tuntutan agar Ketua Mahkamah Agung, Presiden, Presiden Terpilih serta pihak berwenang untuk membebaskan rekan-rekan mereka yang tidak bersalah dari proses hukum yang saat ini sedang menjerat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, terhadap terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi General Manager Sumatera Light South (SLS) Minas PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah. Vonis 2 tahun yang dijatuhkan pengadilan lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam perkara tersebut Kejagung telah menjerat tujuh tersangka termasuk Bachtiar yakni, Endah Rumbianti, Widodo, Kukuh Kertasafari, Ricksy Prematuri, Herlan, dan Alexia Tirtawidjaja. Dari total tujuh tersangka, lima berasal dari pihak Chevron. Adapun Endah, Widodo, Kukuh, Ricksy, Herlan, dan Bachtiar telah divonis bersalah oleh pengadilan.

Penulis: Whisnu Bagus Prasetyo/WBP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar