Kamis, 20 Desember 2012

Kuasa Hukum Kukuh: Surat Penyidikan dan Surat Dakwaan Tidak Sinkron

Sidang Kasus Chevron
Ganessa Al Fath - detikNews

Jakarta - Pegawai PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Kukuh Kertasafari menjadi terdakwa dalam kasus proyek bioremediasi fiktif yang diduga telah merugikan negara sebesar USD 9,9 juta. Dalam eksepsi atau nota keberatan itu, Kukuh melalui kuasa hukumnya menyampaikan ada beberapa ketidakcermatan JPU dalam menyusun surat dakwaan.


"Skema tindak pidana yang didakwakan berbeda dengan tindak pidana yang disidik. Berdasarkan surat perintah penyidikan, terdakwa Kukuh bersama-sama dengan Widodo dan Endah. Sementara dalam surat dakwaan, terdakwa Kukuh Kertasafari didakwa bersama dengan Herlan dan Ricksy Prematasuri. Artinya apa yang didakwa berbeda dengan apa yang disidik, sehingga surat dakwaan harus dibatalkan," ujar kuasa hukum Kukuh, Tarwo Hadisujari, saat membacakan eksepsi, di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (20/12/2012).

Selain mengenai perbedaan antara surat penyidikan dan surat dakwaan, Tarwo juga menyoroti soal isi surat dakwaan. Dalam surat dakwaan, Kukuh didakwa bersama-sama, tetapi penyebutan kerugian negara dalam masing-masing dakwaan yang berbeda.

"Uraian perbuatan dalam surat dakwaan juga berbeda, ada penggunaan pasal yang berbeda," ucap Tarwo.

Selain itu dia juga menyoroti Pengadilan Tipikor Jakarta yang tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut. Menurutnya, yang lebih berhak dalam menanagani kasus ini adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pekanbaru. Menurutnya pekerjaan bioremediasi dan pembayaran juga dilakukan di Pekanbaru.

"Ini ada di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Para terdakwa juga tidak pernah menyampaikan permohonan pembayaran untuk kontraktor kepada BP Migas, Jakarta,"

Seperti diketahui sebelumnya, Kukuh Kertasafari didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memperkaya diri sendiri melalui pelaksanaan proyek bioremediasi fiktif di perusahaan tersebut. Kukuh terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP," ujar JPU, Sugeng.

Sugeng menambahkan dalam proyek tersebut, Kukuh yang menjabat sebagai koordinator dalam penanganan isu-isu sosial, telah menyalahgunakan wewenangnya. Kukuh dianggap secara tidak sah menetapkan 28 lahan tidak terkontaminasi minyak sebagai tanah terkontaminasi tumpahan minyak tanpa melakukan pengujian secara benar, apakah tanah di 28 lokasi tersbut memang terkontaminasi atau tidak.

"Penyimpangan kegiatan bioremediasi tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar USD 9,9 juta (Rp 96 miliar) tidak termasuk pajak. Jumlah keseluruhan kerugian negara dari biaya cost recovery bioremediasi yang telah diakibatkan oleh perbuatan terdakwa adalah USD 6,9 juta (Rp 63 miliar)," imbuhnya.
(riz/mad)  
Klik link Detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar