Senin, 24 Desember 2012

Pengacara Chevron Persoalkan Beda Kerugian Negara

Hukumonline.com

"Mekanisme kontrak bagi hasil migas tidak mengenal cost recovery, melainkan operating cost yang dibayar dengan hasil produksi migas dalam bentuk natura."


Tiga karyawan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) telah menjalani sidang perdana di Pengadilan TipikorJakarta, Kamis (20/12). Usai pembacaan dakwaan, pengacara ketiga terdakwa langsung membacakan eksepsi.

Dalam eksepsinya, pengacara ketiga karyawan CPI berpendapat, Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berwenang mengadili karena perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa berada di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Pekerjaan bioremediasi dan pembayaran kepada kontraktor dilakukan di Pekanbaru.

“Saksi-saksi pun kebanyakan di Pekanbaru. Para terdakwa tidak pernah menyampaikan permohonan pembayaran untuk kontraktor kepada BP Migas di Jakarta,” kata salah seorang pengacara ketiga karyawan CPI, Maqdir Ismail dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Sabtu (22/12).

Maqdir menganggap dakwaan penuntut umum batal demi hukum. Meski didakwa bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP, penuntut umum dinilai tidak konsisten menguraikan perbuatan, menerapkan pasal, dan jumlah kerugian negara.

Dalam surat dakwaan Endah Rumbiyanti, General Manager Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) ini didakwa bersama-sama Team Leader Produksi SLS Kukuh Kertasafari dan Team Leader SLN Widodo. Namun, dalam dakwaan Kukuh dan Widodo, keduanya didakwa bersama-sama Endah, Herland, dan Ricksy Prematuri.

Herland dan Ricksy merupakan perwakilan dari dua perusahaan pemenang tender bioremediasi CPI. Herland adalah Direktur PT Sumigita Jaya Herland, sedangkan Ricksy adalah Direktur PT Green Planet Indonesia. Penuntut umum mendakwa Herland dan Ricksy secara terpisah.

Penuntut umum juga menggunakan pasal yang berbeda untuk menyita harta salah seorang terdakwa. “Ada penggunaan pasal yang berbeda. Pasal itu digunakan untuk menyita harta, tetapi tidak ada uraian fakta bahwa terdakwa mempunyai barang yang digunakan untuk atau diperoleh dari perbuatan pidana yang didakwakan” ujar Maqdir.

Maqdir juga mempersoalkan keterangan ahli bioremediasi Edison Efendi yang dipakai penuntut umum. Edison diduga memiliki konflik kepentingan. Maqdir mengungkapkan, sesuai risalah rapat tanggal 9 dan 15 Agustus 2011, Edison pernah mengikuti tender atas nama PT Putra Riau Kemari. Tawaran mereka ditolak karena tidak memenuhi persyaratan teknis.

Penuntut umum  bahkan menyebutkan kerugian negara yang berbeda. “Endah dikatakan telah memperkaya Ricksy dan Herland AS$9,990,210.93. Kukuh merugikan negara AS$6.900.929,67 dan Rp5.405.120.828. Sedangkan, Widodo memperkaya Herland AS$6.900.929,67 dan Ricksy AS$277.288,21,” terang Maqdir.

Cost Recovery
Mengacu pendapat pengamat mineral Sutadi Pudjo Utomo, Maqdir menyatakan mekanisme kontrak bagi hasil (PSC) migas tidak mengenal adanya "cost recovery" atau biaya pemulihan, melainkan biaya operasional. “Operating cost” ini tidak dibayar oleh APBN atau uang negara, tetapi dengan hasil produksi minyak dan gas dalam bentuk natura.

“Jadi, yang diperoleh adalah minyak mentah, bukan uang. Dalam mekanisme PSC (Production Sharing Contract) migas, adanya kerugian negara baru bisa dilihat ketika audit final pada saat kontrak berakhir. Sebelum audit final atau saat kontrak masih berlangsung, tidak dikenal adanya kerugian negara,” jelasnya.

Maqdir melanjutkan, kegiatan pengolahan limbah B3 yang dianggap tidak berizin sangat tidak berdasar. Penuntut umum harus melihat fakta bahwa sebelum izin berakhir, CPI telah menyampaikan izin perpanjangan pengolahan Limbah B3 di Soil Bioremediation Facility (SBF). Permohonan ini diterima Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Pekerjaan yang dilakukan CPI dalam lingkungan SBF, menurut Maqdir bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Pekerjaan pengolahan limbah B3 di SBF dilakukan dalam rangka melanjutkan pekerjaan yang sudah mendapat izin dari KLH. Pekerjaan pengolahan limbah B3 di SBF dilakukan dibawah pengawasan KLH.

KLH tidak pernah memerintahkan untuk menghentikan kegiatan pengolahan limbah B3 di SBF yang izinnya sedang dimohonkan perpanjangannya. “Selain itu, KLH telah memberikan proper biru dalam pengelolaan lingkungan oleh CPI dan dinyatakan  pula ada ketaatan terhadap perizinan,” tutur Maqdir.

Maqdir menutup eksepsinya dengan menyatakan pihaknya percaya pengadilan adalah satu-satunya tempat yang harus dipercaya sebagai tempat menegakkan keadilan dan kebenaran. “Kami percaya ketika nurani digunakan untuk menilai satu perkara, suara nurani  akan melahirkan keadilan, termasuk dalam kasus terdakwa ini,” tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar