Senin, 23 September 2013

Kasus Bioremediasi CPI, Harusnya Sudah Tamat

PT. Chevron Pasific Indonesia (PT CPI) - (Foto : istimewa)
Oleh: Jagad Ananda
nasional - Senin, 23 September 2013 |

INILAH.COM, Jakarta - Kasus korupsi bioremediasi yang dituduhkan pada Bachtiar Abdul Fatah, GM Sumatera Light South (SLS) PT CPI, kini semakin jelas. Setelah mendengarkan keterangan saksi, ahli bioremediasi IPB dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, kelihatannya meringankan pada tersangka.

Keterangan, Suarno, ahli bioremediasi dari Institut Pertanian Bogor (IPB).misalnya. Ia menyatakan, sampel tanah yang diperiksa pihak Kejaksaan harusnya paling lama disimpan maksimal selama tujuh hari dengan suhu plus minus dua derajat. Sementara sampel yang digunakan diambil tanggal 16 juni. Jadi sudah berumur dua bulan.


Saksi juga menjelaskan, jika mengacu pada ketentuan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), uji sampel tersebut harus dilakukan di laboratorium yang telah mempunyai sertifikat. “Sesuai dengan ketentuan KLH, harus di lab independen, harus sudah teregistrasi dan tersertifikasi,” kata Suarno.

Tapi pada pelaksanaannya, uji sampel dilakukan oleh Edison Efendi, saksi dari pihak jaksa penuntut umum yang pernah mengikut tender di CPI dan kalah.

Yang tak kalah tegasnya adalah kesaksian Prof. Dr.HM Laicha Marzuki SH, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. Mantan hakim agung ini menjelaskan bahwa izin bioremediasi pada CPI sah dan berizin.

Keterangan ahli ini semakin menguatkan keterangan dari pejabat KLH dalam persidangan sebelumnya, yang menjelaskan bahwa proyek bioremediasi CPI telah memiliki izin yang sah. Justru CPI diminta untuk segera melanjutkan proyek bioremediasi sehingga limbah yang harus dibersihkan bisa segera diselesaikan.

Laicha Marzuki menambahkan bahwa keputusan praperadilan yang dijatuhkan pada terdakwa bersifat tegas. “Dan tidak bisa dibatalkan putusan administratif apapun,” katanya. Keterangan serupa diungkapkan saksi ahli lainnya, yakni Prof Dr Edward Omar Syarif Hiariej, SH, Mhum, yang menjabat sebagai Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM). Ia juga menyatakan putusan pra-peradilan bersifat mengikat dan akhir.

“Putusan pra-peradilan sesungguhnya bersifat mengikat dan akhir. Putusan pra-peradilan seharusnya dihormati dan tidak bisa dibatalkan. Bila seseorang sudah diputus sah tidak sebagai tersangka lalu tiba-tiba diadili maka keputusan tersebut menunjukkan kesewenang-wenangan hukum,” tegas Edward dalam keterangannya di persidangan.

Nah, seperti kita ketahui, Bachtiar Abdul Fatah telah dibebaskan dari status sebagai tersangka dalam kasus bioremediasi ini. Pengadilan negeri Jakarta Selatan dalam putusan praperadilannya menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak dibarengi dengan bukti permulaan yang cukup dan jaksa pun tidak dapat menunjukkan bukti di persidangan.

Kini keterangan saksi model apa lagi yang akan didengar hakim? Sekadar mengingatkan, CPI dituduh telah melakukan dalam proses remediasi senilai US$99 juta dolar. Namun, belakangan diketahui kasus ini terkesan dipaksakan. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar