Kamis, 04 Juli 2013

Kasus Chevron: Hakim Tipikor Tolak Eksepsi Bachtiar Abdul Fatah

Jakarta, GATRAnews - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pasicif Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah, sehingga majelis hakim melanjutkan proses peradilan kasus tersebut. "Pengadilan Tipikor, hari ini yang beragenda pembacaan penetapan Nomor 34, menolak eksepsi terdakwa Bachtiar Abdul Fatah," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7).
Karena hakim menolak eksepsi General Manajer Sumatera Light South PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) tersebut, imbuh dia, maka persidangan akan memasuki pada pemeriksaan saksi. "Sidang untuk selanjutnya akan dilanjutkan Senin, tanggal 15 Juli 2013, dengan agenda pemeriksaan saksi," pungkasnya. Sebelumnya, kuasa hukum Bachtiar dan PT CPI, Maqdir Ismail menganggap bahwa sudah tidak ada kasus atas nama kliennya, karena putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu telah memutus perkara Bachtiar dan putusan tersebut bersifat final dan mengikat.

Maqdir pun mencatat, bahwa Kejagung sangat ngotot mencari-cari alasan yang tak berdasar hukum dengan mengatakan ke publik, bahwa vonis hakim telah memutus bersalah kedua kontraktor, sehingga tuduhan mereka terhadap Bachtiar beralasan. “Ini cara pandang jaksa yang jelas keliru dan cenderung sebagai bukti unjuk kekuasaan jaksa seperti dilaporkan Komnas HAM sebagai pelanggaran hak asasi Bachtiar,” ujar Maqdir.

Putusan majelis hakim pengadilan tipikor atas dua terdakwa kontraktor CPI belum berkekuatan hukum, tetap karena masih ada proses banding di tingkat pengadilan yang lebih tinggi. “Putusan itu pun tidak bulat, karena ada anggota majelis hakim yang mengajukan dissenting opinion yang justru menilai bahwa dakwaan primer dan subsider kepada kedua kontraktor tak terbukti,” ungkap Maqdir.

Maqdir menambahkan, menjadi sangat keliru dan berbahaya jika Kejagung dalam kasus bioremediasi ini hanya menghormati putusan pengadilan yang mendukung jaksa, dan boleh mengabaikan putusan pengadilan yang tidak mendukung jaksa. “Siapapun harus patuh terhadap putusan pengadilan apalagi yang sudah berkekuatan hukum tetap dan mengikat seperti putusan pra peradilan atas Bachtiar ini,” pungkasnya.(IS)

Klik Gatra.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar