Kamis, 18 Juli 2013

Vonis Terbelah, Hakim Sofialdi: Ahli Kejagung Punya Konflik Kepentingan

Sidang Bioremediasi Chevron
Ferdinan - detikNews
Sofialdi, SH.
Jakarta - Dua hakim anggota yakni Slamet Subagyo dan Sofialdi mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) atas perkara proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia dengan terdakwa Endah Rumbiyanti. Hakim Sofialdi bahkan menyebut ahli yang digunakan Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki konflik kepentingan.

"Terkait pendapat ahli Edison Effendi yang dijadikan dasar penuntutan oleh penuntut umum, keterangan Edison Effendi telah terlibat konflik kepentingan," kata Sofialdi memaparkan pertimbangan pendapat berbedanya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/7/2013).


Konflik kepentingan ini kata Sofialdi berdasarkan keterangan dalam persidangan yang menyebut Edison pernah menjadi kuasa dari PT Putra Riau Kemari yang pernah mengikuti proses pelelangan proyek bioremediasi PT CPI.

"Pendapat ahli (Edison Effendi) beralasan untuk dikesampingkan. Sedangkan ahli bioremediasi yang dihadirkan terdakwa, independensinya tidak perlu diragukan," imbuh Sofialdi.

Sofialdi dalam pendapatnya juga menegaskan Endah tidak terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagaimana dakwaan subsidair yakni Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia menyatakan pelaksanaan bioremediasi dilakukan sesuai Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 128/2003.

"Semua sesuai persyaratan teknis yang dikehendaki Kepmen Lingkungan Hidup," tuturnya.

Selain Sofialdi, hakim anggota Slamet Subagyo juga menyatakan Endah tidak bersalah. Satu hakim anggota bernama Anas Mustakim mengajukan pendapat berbeda mengenai dakwaan yang lebih tepat yakni Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.

Hanya hakim ketua Sudharmawatiningsih dan hakim anggota 1 Antonius Widiantoro yang menyatakan Endah terbukti bersalah sebagaimana dakwaan subsider yakni Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

Meski terjadi pendapat berbeda, majelis hakim tetap memvonis Endah bersalah dalam proyek bioremediasi. Endah dihukum penjara selama 2 tahun, denda Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. Atas putusan ini, Endah mengajukan banding.

(fdn/asp)

Klik Detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar