Rabu, 02 Oktober 2013

Pengadilan Tinggi Kurangi Hukuman Kontraktor Bioremediasi Chevron

Kompas
Rabu, 2 Oktober 2013

Penulis : Dian Maharani
Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Presmaturi ketika mengikuti sidang vonis di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2013). Pada kasus bioremediasi ini jaksa menuntut hukuman selama 15 tahun penjara sementara majelis hakim pada vonisnya menjatuhkan hukuman selama lima tahun. KOMPAS IMAGES/VITALIS YOGI TRISNA | VITALIS YOGI TRISNA

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider kurungan dua bulan terhadap Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri dalam kasus dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia. Putusan banding bernomor 30/PID/TPK/2013 pada 12 September 2013 itu mengurangi hukum Ricksy yang sebelumnya divonis 5 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dan pidana denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Menetapkan lamanya penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangkan seluruhnya dengan pidana penjara dijatuhkan," tulis Humas Pengadilan Tinggi DKI Ahmad Sobari melalui pesan singkat, Rabu (2/10/2013).


Ahmad menjelaskan, Ricksy dibebaskan dari dakwaan primer. Namun, ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan subsidair.

Seperti diketahui, Ricksy adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI), yang menjadi pelaksana teknis kegiatan bioremediasi di lahan tercemar minyak PT Chevron. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta memvonis Ricksy 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta sibsider 2 bulan kurungan.

Atas putusan itu Ricksy mengajukan banding. Vonis Ricksy sendiri lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yaitu pidana penjara 12 tahun, denda Rp 1 miliar subsider kurungan 6 bulan, dan uang pengganti kerugian negara 3,089 juta dollar AS. Kerugian negara dihitung mencapai 3,089 juta dollar AS.

Dalam melaksanakan bioremediasi, GPI dianggap tak melakukan uji karakteristik, tak menggunakan mikroorganisme dengan benar karena tak dilakukan uji untuk mengetahui jenis dan jumlah bakterinya. Ricksy menyadari GPI juga tak memiliki kualifikasi sebagai perusahaan pengolah limbah. Hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi.

GPI juga tak memiliki izin pengolahan limbah beracun dari instansi yang bertanggung jawab sehingga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 dan bertentangan pula dengan UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup.

Dalam menilai pelanggaran yang dilakukan terhadap Kepmen LH No 128 Tahun 2003, majelis hakim mendasarkan pada keterangan ahli Kejagung, yaitu Edison Effendi. Edison adalah ahli yang sering diprotes kubu Chevron karena memiliki kepentingan dalam kasus ini, mengingat Edison pernah kalah tender di Chevron. Misalnya, mixing atau pencampuran tidak homogen, penambahan nutrien dianggap tidak pernah dilakukan.

Sebagaimana disampaikan Edison, PT GPI dianggap mengabaikan prosedur pelaksanaan bioremediasi sebagaimana tercantum dalam lampiran 2 Kepmen LH No 128 Tahun 2003. Nota pembelaan atau pleidoi dari Ricksy bahwa PT GPI hanyalah operator atau tukang saja sehingga tak perlu memiliki izin karena izin telah diberikan kepada Chevron tak bisa diterima majelis hakim.

Alasannya, jika hanya operator, tak sampai melakukan kegiatan pelatihan kepada orang Chevron. Sudharmawatiningsih mengatakan, dalam amar putusannya, pelaksanaan bioremediasi telah dialihkan dari Chevron ke GPI.

Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Klik Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar