Antique, Arie Dwi Budiawati
VIVAnews - PT Chevron Indonesia Pacific Indonesia (PT CPI) menghormati putusan pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, yang menjatuhkan hukuman kepada karyawannya, Bachtiar Abdul Fatah, terkait kasus bioremediasi. Namun, mereka juga merasa kecewa atas putusan tersebut.
Presiden Director PT CPI, A. Hamid Batubara dan Managing Director Chevron Indonesia, Chuck Taylor, menyatakan hal itu pada keterangan tertulis, Jumat 18 Oktober 2013. "Kami menghormati lembaga peradilan Indonesia dan telah sepenuhnya mengikuti proses hukum ini," kata Hamid.
Sebelumnya, pada 17 Oktober 2013, pengadilan menjatuhi hukuman kepada Bachtiar dengan kurungan penjara dua tahun dipotong selama dalam tahanan dan denda sebesar Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Pengadilan juga memutuskan bahwa Bachtiar tetap ditahan selama mengikuti proses hukum selanjutnya.
Mengenai putusan ini, Hamid merasa kecewa karena menurut mereka bahwa para saksi dan bukti-bukti menunjukkan Bachtiar tidak bersalah. Namun, Hamid akan terus memperjuangkan kasus ini.
"Keprihatinan dan dukungan kami untuk Bachtiar dan keluarganya dalam masa yang sangat sulit ini. Kami akan terus mendukung upaya hukum Bachtiar untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah," kata dia.
Sementara itu, Hamid mengingatkan pada 27 November 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan putusan praperadilan yang meminta adanya pembebasan dari tahanan dan pencabutan status tersangka Bachtiar. Hal ini disebabkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung tuduhan jaksa.
Pada saat itu, putusan pengadilan ini terjadi setelah Bachtiar dan tiga karyawan yang lain dipenjara selama 62 hari tanpa adanya bukti-bukti yang cukup. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus bebas dari tahanan bagi semua karyawan Chevron tersebut, termasuk Bachtiar melalui putusan No.38 Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel.
"Menurut hukum Indonesia, kasus tersebut tidak dapat dibuka kembali tanpa putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan pengadilan tersebut. Kami memandang peradilan dan penahanan Bachtiar yang berlangsung sejak 17 Mei 2013 merupakan pelanggaran hukum," ujar Hamid.
Sama dengan Hamid, Taylor juga mengungkapkan bahwa dirinya mempercayai bahwa Bachtiar terbukti tidak bersalah. Menurutnya, putusan pengadilan telah mengabaikan bukti-bukti, hasil pengujian, dokumen prosedur, peraturan menteri, dan kesaksian sejumlah pihak.
"Dalam menuntut Bachtiar, putusan pengadilan tampaknya merujuk hampir seluruhnya pada keterangan salah satu 'saksi ahli' yang telah jelas memiliki konflik kepentingan, dan bukti yang dimilikinya pun telah diabaikan oleh hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam putusan pengadilan ini," kata dia.
Selain itu, pihak Chevron mengklaim mereka telah memiliki izin yang sah dan beroperasi sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang berlaku.
"Para pejabat pemerintah dari lembaga yang berwenang telah bersaksi di persidangan bahwa program bioremediasi PT CPI telah memiliki izin yang sah dan beroperasi sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang berlaku," ujar Taylor.
Pengadilan pun, tambahnya, telah mendengar kesaksian dari pejabat SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang menegaskan bahwa operasi proyek bioremediasi adalah sah dan dibawah pengawasan pemerintah. (ren)
Klik Viva.co.id
Bachtiar Abdul Fatah seusai sidang vonis, Kamis (17/10) |
Presiden Director PT CPI, A. Hamid Batubara dan Managing Director Chevron Indonesia, Chuck Taylor, menyatakan hal itu pada keterangan tertulis, Jumat 18 Oktober 2013. "Kami menghormati lembaga peradilan Indonesia dan telah sepenuhnya mengikuti proses hukum ini," kata Hamid.
Sebelumnya, pada 17 Oktober 2013, pengadilan menjatuhi hukuman kepada Bachtiar dengan kurungan penjara dua tahun dipotong selama dalam tahanan dan denda sebesar Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Pengadilan juga memutuskan bahwa Bachtiar tetap ditahan selama mengikuti proses hukum selanjutnya.
Mengenai putusan ini, Hamid merasa kecewa karena menurut mereka bahwa para saksi dan bukti-bukti menunjukkan Bachtiar tidak bersalah. Namun, Hamid akan terus memperjuangkan kasus ini.
"Keprihatinan dan dukungan kami untuk Bachtiar dan keluarganya dalam masa yang sangat sulit ini. Kami akan terus mendukung upaya hukum Bachtiar untuk membuktikan bahwa dia tidak bersalah," kata dia.
Sementara itu, Hamid mengingatkan pada 27 November 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan putusan praperadilan yang meminta adanya pembebasan dari tahanan dan pencabutan status tersangka Bachtiar. Hal ini disebabkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung tuduhan jaksa.
Pada saat itu, putusan pengadilan ini terjadi setelah Bachtiar dan tiga karyawan yang lain dipenjara selama 62 hari tanpa adanya bukti-bukti yang cukup. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus bebas dari tahanan bagi semua karyawan Chevron tersebut, termasuk Bachtiar melalui putusan No.38 Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel.
"Menurut hukum Indonesia, kasus tersebut tidak dapat dibuka kembali tanpa putusan Mahkamah Agung yang membatalkan putusan pengadilan tersebut. Kami memandang peradilan dan penahanan Bachtiar yang berlangsung sejak 17 Mei 2013 merupakan pelanggaran hukum," ujar Hamid.
Sama dengan Hamid, Taylor juga mengungkapkan bahwa dirinya mempercayai bahwa Bachtiar terbukti tidak bersalah. Menurutnya, putusan pengadilan telah mengabaikan bukti-bukti, hasil pengujian, dokumen prosedur, peraturan menteri, dan kesaksian sejumlah pihak.
"Dalam menuntut Bachtiar, putusan pengadilan tampaknya merujuk hampir seluruhnya pada keterangan salah satu 'saksi ahli' yang telah jelas memiliki konflik kepentingan, dan bukti yang dimilikinya pun telah diabaikan oleh hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam putusan pengadilan ini," kata dia.
Selain itu, pihak Chevron mengklaim mereka telah memiliki izin yang sah dan beroperasi sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang berlaku.
"Para pejabat pemerintah dari lembaga yang berwenang telah bersaksi di persidangan bahwa program bioremediasi PT CPI telah memiliki izin yang sah dan beroperasi sesuai dengan peraturan dan kebijakan pemerintah yang berlaku," ujar Taylor.
Pengadilan pun, tambahnya, telah mendengar kesaksian dari pejabat SKK Migas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang menegaskan bahwa operasi proyek bioremediasi adalah sah dan dibawah pengawasan pemerintah. (ren)
Klik Viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar