Dunia Energi
Bachtiar Abdul Fatah |
“JPU harus berani memulai, menunjukkan obyektivitasnya selaku penegak hukum, dengan menuntut bebas terdakwa Bachtiar, karena memang kesalahan yang didakwakan yakni merugikan keuangan negara, tidak terbukti. Kalau jaksa berani mendakwa orang bersalah, ketika tidak terbukti maka jaksa harus berani pula menuntut bebas terdakwa,” ujar Maqdir Ismail, penasehat hukum Bachtiar Abdul Fatah, Selasa, 1 Oktober 2013.
Pernyataan Maqdir ini didasarkan atas Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, yang meringankan hukuman atas terdakwa Ricksy Prematuri, di tingkat banding. Oleh Pengadilan Tinggi, Ricksy hanya divonis 2 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Vonis ini lebih ringan dibandingkan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Seperti diketahui, pada 7 Mei 2013 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang diketuai Sudharmawati Ningsih, menghukum Ricksy 5 tahun penjara plus hukuman mengganti kerugian negara sebesar USD 3 juta. Atas putusan ini, Ricksy yang merupakan Direktur PT Green Planet Indonesia (kontraktor PT CPI dalam proyek bioremediasi) mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Ternyata oleh Majelis Hkim Pengadilan Tinggi Jakarta, hukuman penjara Ricksy dikurangi menjadi 2 tahun. Hukuman menganti kerugian negara sebesar USD 3 juta juga dihapuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta.
Putusan banding bernomor 30/PID/TPK/2013/PT.DKI tanggal 12 September 2013 itu menyebutkan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang menyatakan Ricksy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair.
Terkait hal ini, Maqdir Ismail mengatakan, mestinya semua terpidana dan terdakwa kasus bioremediasi CPI dibebaskan. Karena sesuai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta untuk Ricksy, tidak ada hukuman mengganti kerugian negara. Itu artinya, menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari proyek bioremediasi PT CPI.
”Adanya kerugian negara adalah unsur yang paling utama dalam tindak pidana korupsi. Untuk mendakwa seseorang dalam kasus korupsi, semua unsurnya harus terpenuhi dan bisa dibuktikan. Kalau kerugian negara tidak bisa dibuktikan, maka tidak ada korupsi,” jelas Maqdir.
“Dengan tidak terbuktinya kerugian negara yang didakwakan pada Ricksy, berarti semua terpidana serta terdakwa dalam kasus bioremediasi PT CPI harus dibebaskan, karena mereka didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama. Karena dakwaannya bersama-sama, kalau yang satu tidak terbukti korupsi, berarti yang lain juga tidak korupsi dong,” tambahnya.
Jaksa Tak Perlu MaluMaqdir melanjutkan, sejak awal secara faktual memang tidak ada kerugian negara dalam kasus bioremediasi. Seperti diterangkan dua saksi dari SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) yakni saksi Nuno dan saksi Rasfuldi di depan persidangan, penggantian biaya bioremediasi PT CPI sudah di-offset (ditahan tidak dibayarkan) oleh Dirjen Anggaran sejak Januari 2013. “Jadi sama sekali tidak ada uang negara yang hilang, dan semua dakwaan jaksa tidak terbukti,” tandasnya.
Seiring dengan itu, kata Maqdir, mestinya JPU kasus bioremediasi dengan terdakwa Bachtiar Abdul Fatah yang bakal membacakan tuntutan pada Rabu, 2 Oktober 2013, merujuk pada putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. Yakni menuntut bebas Bachtiar karena kesalahan yang didakwakan tidak terbukti.
Menurutnya, tuntutan bebas oleh JPU tersebut, dimungkinkan oleh hukum positif Indonesia. Meski bukan pada kasus korupsi melainkan pada kasus pidana umum, ia pernah mendapati adanya tuntutan bebas dari JPU kepada terdakwa, karena memang kesalahan yang dituduhkan tidak terbukti.
“Jaksa tidak perlu malu menuntut bebas terdakwa, karena hal itu berlaku secara universal (di seluruh dunia, red). Sama dengan hakim, polisi, dan pengacara, pada hakikatnya tugas jaksa adalah menegakkan hukum, bukan semata-mata menuntut orang bersalah. Kalau secara hukum terdakwa memang tidak bersalah, jaksa tidak perlu ragu mengajukan tuntutan agar terdakwa dibebaskan,” tukasnya
Sidang pembacaan tuntutan untuk Bachtiar Abdul Fatah sendiri awalnya akan dilaksanakan pada Senin, 30 September 2013. Namun pembacaan putusan ditunda hingga Rabu, 2 Oktober 2013 karena Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Antonius Widijantono istrinya sedang sakit, sehingga tidak bisa hadir di persidangan.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar