Salmah Muslimah - detikNews
Agustanzil Sjahroezah (IPA), Hakim Nasution (ahli PSC), Yanto Sianipar (PT CPI) |
"Masih ada harapan meskipun ada tuntutan. Saya masih berharap hakim bisa memakai hati nuraninya untuk membebaskan saya," kata Kukuh
Hal itu disampaikan Kukuh di acara Peluncuran dan Diskusi buku 'Melawan Demi Keadilan Kukuh Kertasari Korban Salah Tangkap' di Sekretariat Ikatan Alumni ITB, Jl. Hang Lekiu II, Jakarta, Rabu (12/6/2013).
Dalam diskusi ini hadir sejumlah tokoh seperti Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, Ahli Production Sharing Contract, Hakim Nasution, President Director of PT Chevron Pacific Indonesia, Abdul Hamid Batubara dan sejumlah Alumni Institut Teknologi Bandung.
Kukuh mengatakan, dirinya siap dihukum jika memang dia bersalah. Namun dalam kasus ini dengan tegas dia menolak disebut telah melakukan korupsi. Sebab menurutnya dakwaan jaksa terdapat banyak kejanggalan.
"Kalau benar ada korupsi silahkan ditegakan tapi jangan sampai salah sasaran jangan sampai koruptor-koruptor yang beneran tertawa," ucap Kukuh
"Ini bukan memperjuangkan kukuh tapi memperjuangkan kebenaran dan keadilan," tambahnya.
Dalam diskusi tersebut banyak pihak yang mempertanyakan kebenaran dakwaan Jaksa. Pihak kejaksaan dinilai mengada-ada dalam menentukan proyek ini sebagai kasus tindak pidana korupsi.
Pembicara diskusi, Ali Nurdin yang mewakili Ikatan Alumni ITB, mempertanyakan pernyataan kejaksaan yang menyatakan bahwa pekerjaan bioremediasi Chevron ini merupakan pekerjaan fiktif. Sehingga Kukuh yang merupakan rekannya sesama alumni ITB dianggap terlibat dalam pekerjaan fiktif ini sehingga didakwa terlibat korupsi.
"Hal ini janggal sebab berdasarkan hasil pemeriksaan jaksa ternyata terdapat kesalahan, jaksa salah dalam membaca peraturan Kepmen LH NO.128/2003 yang mengatur bahwa tanah tercemar yang harus dibersihkan melalui bioremediasi. Jaksa juga salah dalam melakukan pengujian yang hanya menghabiskan waktu 14 hari. Padahal proses bioremediasi adalah proses yang panjang bisa sampai 8 bulan," ungkap Ali.
Ali menambahlan, sebagai koordinator EIST, Kukuh hanya memimpin koordinasi berbagai pihak. Dalam koordinasi itu, masing-masing pihak menyampaikan progress masing-masing sehingga dapat ditindak lanjuti oleh yang lainnya. Sebagai koordinator EIST, Kukuh tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan apapun, karena keputusan diambil oleh masing-masing bagian secara independen. Masing-masing bagian akan bertanggung jawab ke atasannya masing-masing.
Kukuh tidak terlibat dalam perencanaan bioremediasi, proses tender bioremediasi, pekerjaan bioremediasi, pembayaran atas pekerjaan bioremediasi dan penagihan biaya bioremediasi sebagai cost recovery.
"Dengan demikian, tidak tepat Kukuh dikatakan terlibat dalam tindak korupsi," kata Ali.
Ikatan Alumni (IA) ITB telah melakukan penelusuran atas hal ini, sehingga memutuskan untuk membela Kukuh dalam kasus bioremediasi Chevron. IA ITB sangat menentang tindakan korupsi, tapi IA ITB juga menentang kesewenang-wenangan menggunakan tuduhan korupsi. IA ITB mendorong agar Hakim berani mengambil keputusan sesuai bukti-bukti yang kredibel di pengadilan.
"Sejak dari kampus, alumni ITB telah dididik dengan jargon "Demi Tuhan, Bangsa, dan Almamater". Pembelaan kami atas Kukuh ini merupakan upaya kami juga bagi Bangsa ini, agar keadilan tegak di negeri ini. Agar jangan ada lagi korban kesewenang-wenangan berjatuhan," ucap Ali.
Pihak Chevron yang diwakili oleh Yanto Sianipar di kesempatan diskusi yang sama mengaku terkejut dengan ditetapkan pegawainya sebagai tersangka korupsi.
"Bagaimana mungkin proyek yg sudah berjalan selama 6 tahun dan sudah di audit sudah mendapatkan persetujuan KLH, dijadikan percontohan oleh banyak instansi sebagai role model proyek bioremediasi. Begitu kagetnya kita saat diumumkan ada 7 tsk dalam kasus bioremediasi Chevron," kata Yanto.
(slm/ahy)
Dalam diskusi ini hadir sejumlah tokoh seperti Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, Ahli Production Sharing Contract, Hakim Nasution, President Director of PT Chevron Pacific Indonesia, Abdul Hamid Batubara dan sejumlah Alumni Institut Teknologi Bandung.
Kukuh mengatakan, dirinya siap dihukum jika memang dia bersalah. Namun dalam kasus ini dengan tegas dia menolak disebut telah melakukan korupsi. Sebab menurutnya dakwaan jaksa terdapat banyak kejanggalan.
"Kalau benar ada korupsi silahkan ditegakan tapi jangan sampai salah sasaran jangan sampai koruptor-koruptor yang beneran tertawa," ucap Kukuh
"Ini bukan memperjuangkan kukuh tapi memperjuangkan kebenaran dan keadilan," tambahnya.
Dalam diskusi tersebut banyak pihak yang mempertanyakan kebenaran dakwaan Jaksa. Pihak kejaksaan dinilai mengada-ada dalam menentukan proyek ini sebagai kasus tindak pidana korupsi.
Pembicara diskusi, Ali Nurdin yang mewakili Ikatan Alumni ITB, mempertanyakan pernyataan kejaksaan yang menyatakan bahwa pekerjaan bioremediasi Chevron ini merupakan pekerjaan fiktif. Sehingga Kukuh yang merupakan rekannya sesama alumni ITB dianggap terlibat dalam pekerjaan fiktif ini sehingga didakwa terlibat korupsi.
"Hal ini janggal sebab berdasarkan hasil pemeriksaan jaksa ternyata terdapat kesalahan, jaksa salah dalam membaca peraturan Kepmen LH NO.128/2003 yang mengatur bahwa tanah tercemar yang harus dibersihkan melalui bioremediasi. Jaksa juga salah dalam melakukan pengujian yang hanya menghabiskan waktu 14 hari. Padahal proses bioremediasi adalah proses yang panjang bisa sampai 8 bulan," ungkap Ali.
Ali menambahlan, sebagai koordinator EIST, Kukuh hanya memimpin koordinasi berbagai pihak. Dalam koordinasi itu, masing-masing pihak menyampaikan progress masing-masing sehingga dapat ditindak lanjuti oleh yang lainnya. Sebagai koordinator EIST, Kukuh tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan apapun, karena keputusan diambil oleh masing-masing bagian secara independen. Masing-masing bagian akan bertanggung jawab ke atasannya masing-masing.
Kukuh tidak terlibat dalam perencanaan bioremediasi, proses tender bioremediasi, pekerjaan bioremediasi, pembayaran atas pekerjaan bioremediasi dan penagihan biaya bioremediasi sebagai cost recovery.
"Dengan demikian, tidak tepat Kukuh dikatakan terlibat dalam tindak korupsi," kata Ali.
Ikatan Alumni (IA) ITB telah melakukan penelusuran atas hal ini, sehingga memutuskan untuk membela Kukuh dalam kasus bioremediasi Chevron. IA ITB sangat menentang tindakan korupsi, tapi IA ITB juga menentang kesewenang-wenangan menggunakan tuduhan korupsi. IA ITB mendorong agar Hakim berani mengambil keputusan sesuai bukti-bukti yang kredibel di pengadilan.
"Sejak dari kampus, alumni ITB telah dididik dengan jargon "Demi Tuhan, Bangsa, dan Almamater". Pembelaan kami atas Kukuh ini merupakan upaya kami juga bagi Bangsa ini, agar keadilan tegak di negeri ini. Agar jangan ada lagi korban kesewenang-wenangan berjatuhan," ucap Ali.
Pihak Chevron yang diwakili oleh Yanto Sianipar di kesempatan diskusi yang sama mengaku terkejut dengan ditetapkan pegawainya sebagai tersangka korupsi.
"Bagaimana mungkin proyek yg sudah berjalan selama 6 tahun dan sudah di audit sudah mendapatkan persetujuan KLH, dijadikan percontohan oleh banyak instansi sebagai role model proyek bioremediasi. Begitu kagetnya kita saat diumumkan ada 7 tsk dalam kasus bioremediasi Chevron," kata Yanto.
(slm/ahy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar