Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Susilo Siswoutomo |
Pernyataan itu disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswoutomo, dalam acara 'Seminar Tantangan dan Hambatan Pengembangan Industri Migas di Idonesia' serta peluncuran dan dikusi buku "Melawan Demi Keadilan: Kukuh kertasafari Korban Salah Tangkap" di Sekretariat Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB), Jakarta Selatan, Rabu (12/6) malam.
Susilo menuturkan, hal tersebut dilakukan Presiden SBY di Yogyakarta 4 minggu lalu. Selain memanggil Jaksa Agung Basrief Arief, SBY juga memanggil Djoko Suyanto.
"Tapi ternyata sistem melanggar dan mengalahkan instruksi presiden," kata Susilo seperti diuraikan koordinator Ikatan Alumni ITB 1994 Ahmad Salahudin Zulfa dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (13/6). Kukuh merupakan alumni jurusan Teknik Elektro ITB angkatan 1994.
Susilo juga mengatakan, untuk menanggapi kasus bioremediasi yang dinilai penuh kezhaliman, diperlukan kecerdikan demi menyatakan bahwa ini adalah ketidakbenaran.
"Kalau ini tidak benar, pemerintah juga tidak menutup mata. Memang untuk menghadapi jaksa agung, porsi menteri, bukan saya. Tapi saya bersama Dipo Alam sudah menyampaikan hal ini, dan kemarin ketua MA mendengar cerita dari Rudi Rubiandini langsung. Tapi beliau tidak boleh melakukan intervensi," papar Susilo.
Oleh karena Kementerian ESDM diminta mengirim surat, maka Susilo memerintahkan biro hukum ESDM mengirim surat kepada ketua Mahkamah Agung untuk mengawasi proses hukum kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Langkah tersebut dilakukan setelah ketua MA mendapat masukan dari Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, tentang penanganan hukum kasus bioremediasi. Setelah surat tersebut disampaikan, ucap Susilo, maka MA bisa memeriksa penanganan kasus tersebut. Sebab, berdasarkan informasi yang beredar, terjadi keberpihakan hakim kepada jaksa penuntut umum saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Pengadilan sangat transparan, tapi keterangan saksi ahli tidak dipedulikan," tudingnya.
Susilo menilai, keperpihakan membabi buta itu masih terjadi di negeri ini."Kewajiban kita harus bersatu padu, tetapi jangan melawan sistem yang sudah ada dengan gaya preman, tapi harus dengan analisa yang cermat dan tindakan yang cerdik," ujarnya.
Menurut Susilo, sistem yang dijalankan secara tidak benar, harus dilawan dengan sistem pula. ***
Reporter : Nur Hasan Murtiaji
Redaktur : Heri Ruslan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar