Endah Rumbiyanti dalam sidang pledoi, Rabu (19/6) |
Terdakwa perkara dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia, Endah Rumbiyanti, menyampaikan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (19/6). Pledoinya yang disusun runtut dan sopan, mengharu biru pengunjung sidang karena mengungkapkan berbagai ketidakadilan yang ia dan keluarga alami terkait kasus bioremediasi PT Chevron.
Rumbi adalah Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) sejak Juni 2011. "Saya pernah menjadi lulusan SMA terbaik di propinsi Riau tahun 1993 dan Mahasiswa Teladan
Fakultas Teknik Universitas Indonesia di tahun 1997, serta beberapa kali presentasi di forum internasional," kata Rumbi dalam pengantarnya.
"Kasus ini telah menginjak-injak hak asasi saya sebagai manusia, dan telah merusak hidup saya, tidak saja saya pribadi, suami, namun anak-anak saya dan keluarga besar saya, akibat pemaksaan kasus ini dan
menetapkan tersangka secara terburu-buru serta pemaksaan untuk segera mendakwa saya kurang dari sebulan dari keputusan praperadilan yang membebaskan kami karena penahanan kami tidak sah," papar Rumbi.
Sampai detik ini, ia tak mengerti apa yang mendasari Kejaksaan menetapkan dirinya sebagai tersangka waktu itu. Rumbi pernah melihat sebagian dari Jaksa tersenyum-senyum saat ia masuk ke Tipikor.
"Sebagian besar dari mereka, saya yakini, kini sudah tidak bisa lagi merasa nyaman dengan dakwaan ini, karena mereka sudah menyadari bahwa mereka mendakwa orang yang tidak bersalah, namun tidak kuasa untuk menghentikan proses hukum, dan harus meneruskan dengan merekonstruksi pasal-pasal sesuai logika," kata Rumbi.
Penetapan tersangka
Tanggal 16 Maret 2012, lewat berita di website Kejagung disebutkan beberapa nama tersangka tindak pidana korupsi kasus bioremediasi, 5 orang diantaranya dari Chevron dan Rumbi disebutkan sebagai salah
satunya.
Rumbi kaget dengan penetapan tersangka itu, karena ia merasa tidak melakukan kesalahan. Posisi dia saat sebagai Manager Lingkungan juga sama sekali tak berkaitan dengan aspek kontrak, pelaksanaan proyek dan aspek keuangan.
"Saat saya pertama kali diperiksa sebagai saksi setelah dijadikan tersangka, para Jaksa Penyidik, menanyakan saya tentang pengadaan. Saya jawab, saya tidak tahu sama sekali, karena bukan bagian saya.
Mereka lalu saling berpandangan, dan menanyakan, kenapa Ibu ada di sini? Saya jawab dengan pertanyaan lagi, "Lho kan pihak Bapak yang menetapkan saya sebagai tersangka?" papar Rumbi.
Enam bulan setelah dijadikan tersangka, Rumbi baru dipanggil sebagai tersangka, sekaligus ada pengumuman perintah penahanan. Rumbi merasa ditetapkan sebagai tersangka tanpa alasan jelas. Tragisnya lagi, ia kemudian ditahan di rumah tahanan laki-laki di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang tanpa alas tidur serta tanpa ventilasi.
Sebenarnya ia diperintahkan untuk ditahan di Rutan Pondok Bambu, namun saat diantar Rutan Pondak Bambu tak bisa menerimanya. "Saya baru dapat masuk ruang tahanan pukul 1:30 dini hari. Suami saya
harus memastikan kamar tahanan dapat dikunci, namun apa daya, 30 menit setelah suami saya pulang, saya diganggu oleh beberapa orang hingga dua kali yang hingga kini saya tidak tahu siapa mereka," kata
Rumbi.
Ia kemudian dipindah ke Rutan Pondok Bambu sebagai tahanan titipan. "Saya ditempatkan di penjara, saya diperlakukan bak narapidana dan bersama 24-30 orang dalam ruangan 4x8 meter persegi, tidur di lantai
tanpa adanya tempat tidur yang layak," kata Rumbi.
Dakwaan jaksa penuntut umum adalah ia bertanggung jawab untuk proyek kurun waktu 2005-2011. "Apakah seorang yang baru bertugas 6 bulan tanpa kewenangan terhadap proyek, pelaksanaan, pembiayaan dan pembayaran dapat menyebabkan uang negara hilang tanpa ada sangkut pautnya dengan proyek tersebut di kurun enam tahun sebelumnya?" protes Rumbi.
"Yang Mulia, selama 63 hari ditahan, saya hanya satu kali diperiksa sebagai saksi pada hari keduapuluh di tahanan," papar Rumbi. Ia baru dibebaskan pada 28 November 2012 karena putusan praperadilan tanggal
27 November 2012 yang membebaskan Rumbi saat itu juga karena penahanan yang tidak sah dan tidak adanya bukti-bukti yang mendukung tuduhan.
"Keputusan praperadilan adalah juga memerintahkan Kejaksaan Agung untuk mengembalikan nama baik serta harkat martabat saya sebagai manusia, namun hingga kini tidak setitik pun dilakukan Kejaksaan,"
kata Rumbi.
Hingga kini, Rumbi masih bingung, mengapa ia dituduh bertanggung jawab atas kerugian negara untuk proyek yang pelaksanaannya dan pembayarannya sudah dari 2006 dan berada di ujung kontrak saat ia
mejabat. "Selama proyek berjalan, dan saat saya menjabat, saya bukanlah pemilik proyek, tidak berwenang dalam pembayaran proyek serta proses cost recovery," papar Rumbi.
Di luar itu, proyek bioremediasi tak pernah mendapatkan hukuman pelanggaran lingkungan dari pihak yang berwenang, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup.Terlebih lagi, fakta di persidangan menyebutkan
proyek ini adalah murni uang Chevron. "Uang sebesar 9,9 juta dollar AS yang didakwa, telah ditahan pemerintah dengan mekanisme over and under lifting tahun yang lalu," jelas Rumbi. (AMR)
Klik Amirsodikin.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar