Pewarta: Ade Irma Junida
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Setara Institute mendukung penuh temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam penanganan kasus Proyek Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang ditangani Kejaksaan Agung, agar diusut lebih lanjut.
"Pada dasarnya kami mendukung Komnas HAM, kami dorong agar laporan Komnas HAM diteruskan ke lembaga peradilan dalam penanganan kasus Proyek Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia yang ditangani Kejaksaan Agung dengan indikasi terjadi pelanggaran HAM," kata peneliti Setara Institute, Ismail Hasani, di Jakarta, Selasa.
Ismail juga menyepakati hasil temuan Komnas-HAM dan membela aspirasi korban, yakni enam terdakwa dalam kasus tersebut, karena dinilai sarat kejanggalan dalam proses penanganan kasus ini oleh Kejagung.
Menurut dia, ada kesan bahwa kasus bioremediasi Chevron yang mirip dengan kasus mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan itu terlalu dipaksakan karena adanya pengalihan perkara perdata menjadi perkara pidana dengan dalih perkara tindak pidana korupsi.
"Ini menjadi bentuk kriminalisasi sistemik karena banyak indikasi, seperti soal ketidakprofesionalan jaksa, prosedur penangkapan, dan masih banyak kejanggalan lainnya," katanya.
Sejumlah indikasi pelanggaran HAM dalam perkara dugaan korupsi proyek pemulihan lahan tercemar limbah minyak di area kerja Chevron di Minas, Riau itu antara lain bahwa semua terdakwa tidak memenuhi unsur sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai korporasi.
CPI juga telah menjelaskan bahwa proyek ini adalah proyek korporasi dan tidak ada karyawan yang melakukan kesalahan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Kementerian LH) di sisi lain, juga telah menyampaikan bahwa tidak ada masalah dan pelanggaran soal izin baik oleh CPI maupun kontraktornya.
Komnas-HAM menilai ada konflik kepentingan dari saksi ahli Kejagung Edison Effendi, tapi dia datang ke persidangan sebagai saksi fakta dan juga ke lapangan sehingga tidak jelas statusnya sebagai saksi (fakta) atau ahli.
Edison Effendi juga pernah terlibat dalam proyek bioremediasi yang gagal di CPI tahun 2004 serta gagal pada tender proyek bioremediasi CPI 2007 dan 2011.
Tak hanya itu, juga ada dugaan korupsi karena Edison Effendi mengatakan bahwa yang boleh di-bioremediasi hanya yang TPH-nya 7,5 persen sampai 15 persen, di luar itu tidak boleh.
Padahal, Kementerian LH telah menjelaskan tidak pernah disebutkan dalam Kepmen Nomor 128 Tahun 2003 bahwa TPH minimal 7,5 persen.
Sesuai keputusan menteri itu yang boleh di-bioremediasi yang TPH-nya di atas 1 persen maksimal 15 persen.
Selain itu, terkait dugaan korupsi pada pembayaran "cost recovery", seharusnya merujuk pada mekanisme PSC yang merupakan ranah perdata dan penyelesaiannya melalui audit atau arbitrase bukan dibawa sebagai kasus pidana. (A062/B014)
Editor: B Kunto Wibisono
Klik Antaranews.com
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat Setara Institute mendukung penuh temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam penanganan kasus Proyek Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang ditangani Kejaksaan Agung, agar diusut lebih lanjut.
"Pada dasarnya kami mendukung Komnas HAM, kami dorong agar laporan Komnas HAM diteruskan ke lembaga peradilan dalam penanganan kasus Proyek Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia yang ditangani Kejaksaan Agung dengan indikasi terjadi pelanggaran HAM," kata peneliti Setara Institute, Ismail Hasani, di Jakarta, Selasa.
Ismail juga menyepakati hasil temuan Komnas-HAM dan membela aspirasi korban, yakni enam terdakwa dalam kasus tersebut, karena dinilai sarat kejanggalan dalam proses penanganan kasus ini oleh Kejagung.
Menurut dia, ada kesan bahwa kasus bioremediasi Chevron yang mirip dengan kasus mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan itu terlalu dipaksakan karena adanya pengalihan perkara perdata menjadi perkara pidana dengan dalih perkara tindak pidana korupsi.
"Ini menjadi bentuk kriminalisasi sistemik karena banyak indikasi, seperti soal ketidakprofesionalan jaksa, prosedur penangkapan, dan masih banyak kejanggalan lainnya," katanya.
Sejumlah indikasi pelanggaran HAM dalam perkara dugaan korupsi proyek pemulihan lahan tercemar limbah minyak di area kerja Chevron di Minas, Riau itu antara lain bahwa semua terdakwa tidak memenuhi unsur sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai korporasi.
CPI juga telah menjelaskan bahwa proyek ini adalah proyek korporasi dan tidak ada karyawan yang melakukan kesalahan.
Kementerian Lingkungan Hidup (Kementerian LH) di sisi lain, juga telah menyampaikan bahwa tidak ada masalah dan pelanggaran soal izin baik oleh CPI maupun kontraktornya.
Komnas-HAM menilai ada konflik kepentingan dari saksi ahli Kejagung Edison Effendi, tapi dia datang ke persidangan sebagai saksi fakta dan juga ke lapangan sehingga tidak jelas statusnya sebagai saksi (fakta) atau ahli.
Edison Effendi juga pernah terlibat dalam proyek bioremediasi yang gagal di CPI tahun 2004 serta gagal pada tender proyek bioremediasi CPI 2007 dan 2011.
Tak hanya itu, juga ada dugaan korupsi karena Edison Effendi mengatakan bahwa yang boleh di-bioremediasi hanya yang TPH-nya 7,5 persen sampai 15 persen, di luar itu tidak boleh.
Padahal, Kementerian LH telah menjelaskan tidak pernah disebutkan dalam Kepmen Nomor 128 Tahun 2003 bahwa TPH minimal 7,5 persen.
Sesuai keputusan menteri itu yang boleh di-bioremediasi yang TPH-nya di atas 1 persen maksimal 15 persen.
Selain itu, terkait dugaan korupsi pada pembayaran "cost recovery", seharusnya merujuk pada mekanisme PSC yang merupakan ranah perdata dan penyelesaiannya melalui audit atau arbitrase bukan dibawa sebagai kasus pidana. (A062/B014)
Editor: B Kunto Wibisono
Klik Antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar