Selasa , 04 Jun 2013 21:12 WIB
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Tjatur Sapto Edy |
"Saya mengusulkan Komisi III untuk segera melakukan kunjungan ke lapangan, menemui Kapolda atau Kapolres, untuk segera bisa membantu menyelesaikan masalah."
Skalanews - Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy mengatakan pihaknya berencana melakukan kunjungan ke Provinsi Riau, guna meninjau langsung kondisi lahan terkait proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Pasalnya politikus asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini berpendapat, dalam perkara korupsi proyek bioremediasi CPI ini terdapat beberapa kejanggalan dalam penyidikannya. Sama seperti dugaan yang diperkirakan oleh Serikat Pekerja Nasional (SPN) Chevron.
"Saya mengusulkan Komisi III untuk segera melakukan kunjungan ke lapangan, menemui Kapolda atau Kapolres, untuk segera bisa membantu menyelesaikan masalah," kata Tjatur usai melaksanakan rapat dengan SPN Chevron di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/6).
Tjatur menjelaskan, beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut antara lain seperti saksi ahli yang diajukan dalam perkara bioremediasi itu, disinyalir adalah orang yang memiliki kepentingan dalam perkara tersebut.
"Saksi ahli yang diajukan itu kan ada interest (kepentingan). Terus kemudian, orang-orang yang punya keahlian, seperti dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), dan dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) itu seperti kurang didengar keterangannya," kata Tjatur menegaskan.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN ini juga mengatakan, seharusnya para penegak hukum di Indonesia memiliki ilmu pengetahuan yang cukup memadai, dalam mengusut kasus bioremediasi Chevron tersebut.
"Ada kesenjangan pengetahuan dan kemampuan SDM (sumber daya manusia) kita yang ada di lapangan. Aparat kita ini lemah. Yang mengetahui kasus itu secara persis itu kan orang yang menguasai teknologi. Seharusnya itu jadi rujukan para penegak hukum," kata Tjatur.
Pihak yang seharusnya dilibatkan dalam hal teknologi dan ilmu pengetahun itu, lanjut Tjatur, yakni pihak KLH dan Kementerian ESDM. Namun dia menyayangkan keterangan yang telah disampaikan oleh KLH dan Kementerian ESDM itu seperti tidak didengarkan.
"Yang punya kapasitas di situ kan ESDM dan KLH, itu yang didengar harusnya. Bukan dari orang yang punya interest. Penegakan hukum itu, khususnya kasus ini, harus berdasarkan alat buktiscientific. Science itu kan enggak bisa bohong, sebab itu berdasarkan kaidah ilmiah. Inilah yang seharusnya ditempuh," kata dia.
Selain berencana melakukan kunjungan ke lapangan, tambah Tjatur, pihak Komisi III DPR juga akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kejaksaan Agung (Kejagung), serta Mahmakah Agung (MA).
"Agar kita (Komisi III) bisa mendengarkan penjelasan dari mereka terkait duduk perkara kasus ini. Ini menjadi PR besar bagi kami. Bila ini enggak tuntas, akan ada kasus-kasus baru lagi, apalagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang semakin pesat. Ini yang akan kami rapatkan intern," katanya. (Risman Afrianda/bus)
Skalanews - Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy mengatakan pihaknya berencana melakukan kunjungan ke Provinsi Riau, guna meninjau langsung kondisi lahan terkait proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Pasalnya politikus asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini berpendapat, dalam perkara korupsi proyek bioremediasi CPI ini terdapat beberapa kejanggalan dalam penyidikannya. Sama seperti dugaan yang diperkirakan oleh Serikat Pekerja Nasional (SPN) Chevron.
"Saya mengusulkan Komisi III untuk segera melakukan kunjungan ke lapangan, menemui Kapolda atau Kapolres, untuk segera bisa membantu menyelesaikan masalah," kata Tjatur usai melaksanakan rapat dengan SPN Chevron di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/6).
Tjatur menjelaskan, beberapa kejanggalan dalam kasus tersebut antara lain seperti saksi ahli yang diajukan dalam perkara bioremediasi itu, disinyalir adalah orang yang memiliki kepentingan dalam perkara tersebut.
"Saksi ahli yang diajukan itu kan ada interest (kepentingan). Terus kemudian, orang-orang yang punya keahlian, seperti dari KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), dan dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) itu seperti kurang didengar keterangannya," kata Tjatur menegaskan.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN ini juga mengatakan, seharusnya para penegak hukum di Indonesia memiliki ilmu pengetahuan yang cukup memadai, dalam mengusut kasus bioremediasi Chevron tersebut.
"Ada kesenjangan pengetahuan dan kemampuan SDM (sumber daya manusia) kita yang ada di lapangan. Aparat kita ini lemah. Yang mengetahui kasus itu secara persis itu kan orang yang menguasai teknologi. Seharusnya itu jadi rujukan para penegak hukum," kata Tjatur.
Pihak yang seharusnya dilibatkan dalam hal teknologi dan ilmu pengetahun itu, lanjut Tjatur, yakni pihak KLH dan Kementerian ESDM. Namun dia menyayangkan keterangan yang telah disampaikan oleh KLH dan Kementerian ESDM itu seperti tidak didengarkan.
"Yang punya kapasitas di situ kan ESDM dan KLH, itu yang didengar harusnya. Bukan dari orang yang punya interest. Penegakan hukum itu, khususnya kasus ini, harus berdasarkan alat buktiscientific. Science itu kan enggak bisa bohong, sebab itu berdasarkan kaidah ilmiah. Inilah yang seharusnya ditempuh," kata dia.
Selain berencana melakukan kunjungan ke lapangan, tambah Tjatur, pihak Komisi III DPR juga akan menjadwalkan pemanggilan terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kejaksaan Agung (Kejagung), serta Mahmakah Agung (MA).
"Agar kita (Komisi III) bisa mendengarkan penjelasan dari mereka terkait duduk perkara kasus ini. Ini menjadi PR besar bagi kami. Bila ini enggak tuntas, akan ada kasus-kasus baru lagi, apalagi perkembangan ilmu pengetahuan sekarang semakin pesat. Ini yang akan kami rapatkan intern," katanya. (Risman Afrianda/bus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar