Ferdinan - detikNews
Hakim ad hoc Slamet Subagyo (paling kanan) dalam suatu sidang |
Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak bulat dalam membuat putusan untuk Koordinator Tim Environmental Issues Seatlement SLS Minas PT Chevron Pacific Indonesia, Kukuh Kertasafari. Satu orang hakim menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Hakim anggota Slamet Subagyo menyatakan Kukuh tidak terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Unsur pokok Pasal 3 tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," kata Slamet membacakan pendapatnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Hakim anggota Slamet Subagyo menyatakan Kukuh tidak terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Unsur pokok Pasal 3 tidak terbukti secara sah dan meyakinkan," kata Slamet membacakan pendapatnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Dalam pertimbangannya, Slamet menyatakan Kukuh tidak ikut menetapkan lahan yang disebut terkontaminasi limbah minyak bumi di SLS Minas, Riau. "Yang menetapkan 28 lahan sebagai lahan terkontaminasi minyak adalah tim IMS (Infrastructure Management Support)," ujarnya.
Penetapan lahan terkontaminasi yang dilakukan Tim IMS juga tidak berdasarkan perintah ataupun penugasan Kukuh. Dari keterangan saksi di persidangan juga diperoleh fakta Kukuh tidak memiliki kewenangan melakukan pengujian terhadap tanah terkontaminasi.
"Dapat dibuktikan tanah yang disebut terkontaminasi adalah benar-benar terkontaminasi," imbuh Slamet.
Selain itu pembayaran ganti rugi kepada warga atas lahan yang terkontaminasi tidak berhubungan dengan proyek bioremediasi yang dikerjakan PT Sumigita Jaya sebagai kontraktor. "Proses bioremediasi merupakan pekerjaan lain yang pelaksanaanya tidak melibatkan terdakwa," tegasnya.
"Terdakwa tidak punya kehendak bersama Endah Rumbiyanti (karyawan Chevron) dan Herland bin Ompo (Direktur PT Sumigita Jaya) dengan tujuan melakukan tindak pidana korupsi," lanjut Slamet.
Meski terdapat pendapat berbeda, majelis hakim tetap memvonis Kukuh bersalah dalam proyek bioremediasi. Kukuh dihukum penjara selama 2 tahun, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Padahal pemeriksaan ahli yang digunakan Kejagung, tanah yang ditetapkan tersebut tidak terkontaminasi limbah minyak bumi. Majelis hakim mendasarkan putusannya atas hasil laboratorium 'dadakan' di salah satu ruangan di Kejaksaan Agung.
Apalagi Kukuh selama bertugas sebagai team leader produksi ataupun koordinator tim EIS, Kukuh mengaku tidak pernah mendapat teguran atas pelanggaran aturan di Chevron termasuk peraturan perundangan.
Dalam pelaksanaan proyek bioremediasi yang di SLS Minas, Kukuh juga tidak berwenang memerintahkan dan mengarahkan siapapun agar tanah terkontaminasi dibawa ke tempat pengolahan dan cara pengolahannya. (fdn/mok)
Penetapan lahan terkontaminasi yang dilakukan Tim IMS juga tidak berdasarkan perintah ataupun penugasan Kukuh. Dari keterangan saksi di persidangan juga diperoleh fakta Kukuh tidak memiliki kewenangan melakukan pengujian terhadap tanah terkontaminasi.
"Dapat dibuktikan tanah yang disebut terkontaminasi adalah benar-benar terkontaminasi," imbuh Slamet.
Selain itu pembayaran ganti rugi kepada warga atas lahan yang terkontaminasi tidak berhubungan dengan proyek bioremediasi yang dikerjakan PT Sumigita Jaya sebagai kontraktor. "Proses bioremediasi merupakan pekerjaan lain yang pelaksanaanya tidak melibatkan terdakwa," tegasnya.
"Terdakwa tidak punya kehendak bersama Endah Rumbiyanti (karyawan Chevron) dan Herland bin Ompo (Direktur PT Sumigita Jaya) dengan tujuan melakukan tindak pidana korupsi," lanjut Slamet.
Meski terdapat pendapat berbeda, majelis hakim tetap memvonis Kukuh bersalah dalam proyek bioremediasi. Kukuh dihukum penjara selama 2 tahun, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Padahal pemeriksaan ahli yang digunakan Kejagung, tanah yang ditetapkan tersebut tidak terkontaminasi limbah minyak bumi. Majelis hakim mendasarkan putusannya atas hasil laboratorium 'dadakan' di salah satu ruangan di Kejaksaan Agung.
Apalagi Kukuh selama bertugas sebagai team leader produksi ataupun koordinator tim EIS, Kukuh mengaku tidak pernah mendapat teguran atas pelanggaran aturan di Chevron termasuk peraturan perundangan.
Dalam pelaksanaan proyek bioremediasi yang di SLS Minas, Kukuh juga tidak berwenang memerintahkan dan mengarahkan siapapun agar tanah terkontaminasi dibawa ke tempat pengolahan dan cara pengolahannya. (fdn/mok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar