Maqdir Ismail (kanan) bersama Kukuh Kertasafari, pegawai CPI yang divonis 2 tahun |
JAKARTA – Penasehat Hukum Karyawan PT Chevron Pacific Indonesia, Maqdir Ismail, menilai Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mencoba memengaruhi proses perkara bioremediasi. Maqdir menyebut pernyataan Marwan tentang adanya mark-up proyek bioremediasi di PT CPI tak ubahnya hasutan karena tanpa disertai fakta.
“Pertama, kita tidak pernah mendengar dan membaca satupun dakwaan atau tuntutan serta fakta-fakta dalam persidangan seputar penggelembungan biaya dalam proyek bioremediasi," kata Maqdir melalui siaran persnya, Senin (15/7).
Kedua, sebut Maqdir, pejabat-pejabat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang telah bersaksi di persidangan menyebut bahwa proyek bioremediasi CPI sudah sesuai aturan. "Oleh karena itu kami sangat prihatin dengan cara-cara yang dilakukan oleh yang bersangkutan (Marwan) dalam menyampaikan pendapatnya tanpa data-data ke publik soal kasus ini,” ujar Maqdir.
Menurut Maqdir, saksi dari SKK Migas sebagai wakil pemerintah sebagai pihak yang berwenang dalam pengawasan dan persetujuan cost recovery, di persidangan perkara bioremediasi menyebut bahwa tidak ada kerugian negara dalam proyek pemulihan tanah yang terkontaminasi minyak itu. "SKK Migas telah menangguhkan pengembalian biaya proyek menunggu audit sesuai mekanisme PSC sehingga proyek ini masih dibiayai sepenuhnya oleh CPI,” jelas Maqdir.
Karenanya, lanjut Maqdir, harusnya Marwan mengemukakan data dan fakta hukum mengenai masalah yang disampaikan ke publik. Ia pun meminta Marwan menahan diri agar tidak mengumbar fitnah. “Kami tidak ingin berpolemik mengapa Pak Marwan tiba-tiba berbicara mengenai kasus bioremediasi saat ini,” paparnya.
Sebelumnya Marwan menyatakan, pihaknya mendapat informasi dari pihak KLH bahwa ada mark up dalam proyek bioremediasi di PT CPI. Bahkan, Marwan menyebut ada upaya dari petinggi negara untuk menghambat agar perkara itu tak menyeret pihak Chevron.(boy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar