Kamis, 18 April 2013

Hotasi : “Jangan Diam Melawan Kesewenangan!”

Catatan Diskusi


Sahabat, teman, dan keluarga dari terdakwa perkara bioremediasi Chevron, Ricksy Prematuri, melakukan “perlawanan” dengan menggelar Diskusi Publik bertajuk “Kriminalisasi Perkara Bioremediasi Chevron”, Kamis (16/4) di Setiabudi Building, Kuningan, Jakarta.

Diskusi tersebut menghadirkan penasehat hukum Ricksy, Najib Ali Gisymar serta penasehat hukum PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Maqdir Ismail, dan Dony Indrawan, Corporate Communication Manager Policy, Government and Public Affairs PT CPI.



Sebelum diskusi dimulai, Komite Solidaritas Ricksy memutarkan rekaman video testimoni Ricksy yang sampai saat ini masih mendekam dalam rumah tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Alumni Fakultas Kehutanan IPB itu menyebut kasus yang menimpanya sangat dipaksakan oleh oknum kejaksaan hanya karena laporan kompetitor tender bioremediasi yang tidak pernah memenangkan tender dari Chevron, Edison Effendy. "Kenapa saya dituduh korupsi merugikan keuangan negara? Saya memiliki kontrak yang jelas dengan Chevron. Ini perjanjian swasta dengan swasta," ujar Ricksy.

Yang menarik mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan juga turut dan memberi semangat bagi para terdakwa dan keluarga terdakwa perkara bioremediasi tersebut. Hotasi merupakan terdakwa perkara korupsi pertama yang diputus bebas oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Hotasi yang bercerita banyak mengenai perjalanan perkara dugaan korupsi sewa pesawat Merpati menekankan agar terdakwa proyek bioremediasi tetap yakin dalam memperjuangkan kebenaran. "Jangan hanya diam, kita harus lawan tindakan kesewenang-wenangan dari oknum penegak hukum," tegasnya.

Hotasi yang selama delapan hukum bergelut dengan kasus yang menimpanya banyak menyoroti ketidakprofesionalan dan amburadulnya lembaga peradilan di tanah air. Menurutnya ada tiga motif oknum kejaksaan ketika memperkarakan kasus-kasus korupsi yakni uang, nama dan karir. "Di dakwaan saya banyak pasal yang salah tulis, dan saat surat tuntutan itu copy-paste semua. Lama tuntutan dikosongkan dan ditulis beberapa saat sebelum sidang tuntutan dimulai," ceritanya.

Hotasi sempat mensimulasikan diskusi sebagai juri sebagaimana dalam sistem peradilan di Amerika Serikat. Ia meminta seluruh peserta diskusi untuk mengangkat apabila ada yang menilai para terdakwa “not guilty” dan seluruh hadirin pun serentak menilai terdakwa bioremediasi tidak bersalah.

Penasehat hukum Najib Ali Gisymar dan Maqdir Ismail banyak menyoroti keganjilan dan pemaksaan yang dilakukan oleh JPU maupun majelis hakim. “JPU diberi kesempatan empat bulan untuk menghadirkan saksi-saksinya. Kami hanya diberi kesempatan dua minggu karena majelis hakim tidak ingin terdakwa melewati batas penahanan,” kata Najib.

Maqdir menceritakan keganjilan karena lima terdakwa di sidang secara terpisah dengan majelis hakim yang sama dan kadang disidangkan dari pagi sampai pukul sebelas malam. “Di zaman Orde Baru, hanya pengadilan terhadap terdakwa kasus Tanjung Priok AM Fatwa yang sidangnya berlangsung sampai jam 23.00,” katanya.

Sementara itu Dony Indrawan menegaskan proyek bioremediasi dilakukan sesuai aturan. Tidak ada unsur kerugian negara dan korupsi dalam proyek ini. "Proyek bioremediasi tidak fiktif. Setengah juta kubik tanah sudah berhasil dibersihkan dari limbah minyak mentah. Itu nyata," ujarnya.

Dony menegas tiga alasan mengapa para terdakwa yang tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta ini harus dinyatakan bebas murni. Karena, pertama, program bioremediasi dilakukan sesuai production sharing contract (PSC) antara Chevron dengan pemerintah Indonesia. Kedua, tidak ada unsur kerugian negara. Terakhir, tidak ada bukti perbuatan kriminal dan unsur melawan hukum yang dilakukan para terdakwa.

"Ada seratus orang yang terlibat dalam proyek dan ada tujuh ribu karyawan CPI yang melihat proyek bioremediasi ini. Kalau proyek ini dianggap fiktif kenapa hanya lima orang yang didakwa? Dan sudah ada puluhan orang menghasilkan skripsi dan thesis setelah melakukan penelitian terhadap proyek bioremediasi Chevron ini," tutur Dony.

Di bagian akhir istri Ricksy, Ratna Indriastuti, memberikan kesaksiannya atas perkara yang menjerat suaminya. Namun perempuan berjilbab itu tak kuasa menahan tangis. Ratna dengan terbata-bata memberikan pembelaan untuk suaminya. "Suami saya adalah orang yang sangat hati-hati. Makanya lebih memilih menjalin kerjasama dengan swasta agar tidak terjerat korupsi," ucapnya.

Istri terdakwa Herlan bin Ompo menyebut kasus yang menjerat suaminya itu telah membuat anak-anaknya ketakutan. "Sampai anak kami yang masih kecil selalu menunduk di dalam mobil setiap melihat polisi di jalan," kata Sumiyati yang terpaksa meninggalkan anak-anaknya di Riau karena mendampingi sidang Herlan di Jakarta.

**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar