Kamis, 13 Juni 2013

Ini Kata Wamen ESDM Soal Kasus Chevron

Kamis, 13/06/2013 02:04 WIB
Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta - Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo ikut berkomentar terkait perkara proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia yang tengah disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Susilo mengatakan agar penegak hukum melihat kasus ini sesuai dengan fakta yang ada.

"Kita harap penegak hukum, aparat pengadilan betul-betul melihat dari semua sisi. Kemudian memandang kebenaran sehingga apapun yang diputuskan berdasarkan saksi-saksi," kata Susilo.
Hal itu dikatakan Susilo di acara Peluncuran dan Diskusi buku 'Melawan Demi Keadilan Kukuh Kertasari Korban Salah Tangkap' di Sekretariat Ikatan Alumni ITB, Jl. Hang Lekir II, Jakarta, Rabu (12/6/2013).

Susilo menceritakan, dia mengetahui Kasus Kukuh dari Presiden Directur Chevron, Abdul Hamid Batubara. Menurut Susilo banyak yang cerita beredar yang menunjukan ada keberpihakan hakim pada jaksa dalam kasus ini. Jika ini benar maka Susilo menyarankan akan perusahaan terus berjuang mewujudkan kebenaran.

"Saya bilang lawan, perusahaan harus melakukan semaksimal daya untuk melawan ketidakadilan," ucap Susilo.

Kasus Kukuh Kertasafari ini menjadi sorotan publik, bahkan Ikatan Alumni ITB juga mencari fakta-fakta apakah benar Kukuh bersalah dalam kasus ini. Dalam Acara peluncuran buku ini, Susilo selaku alumni ITB juga memberikan komentar terkait tindakan para alumni.

"Saya setuju alumni ITB tidak langsung mempercayai Kukuh tapi mereka melakukan investigasi, cek dan ricek apakah ini benar atau tidak. Kita terus doa dan usaha. Bagi kita ini musibah yang direkayasa. Saya percaya kezaliman bisa dilawan dengan kebenaran," ucap Susilo.

Susilo mengatakan keputusan salah atau tidak tergantung dari hakim. Menurutnya hakim harus bisa melihat sesuai dengan fakta-fakta yang ada di pengadilan dan memutus sesuai dengan hati nurani.

"Masalah salah atau tidak itu urusan pengadilan," jawabnya singkat.

Senin (10/6) jaksa menuntut Kukuh Kertasafari selama 5 tahun penjara. Sebelumnya Kukuh didakwa telah menetapkan 28 lokasi tanah terkontaminasi limbah minyak (COCS) yaitu tanpa melakukan pengujian secara benar konsentrasi total petroleum hydrocarbon (TPH) yang tidak sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup Nomor 128/2003.

Setelah menetapkan tanah terkontaminasi, Kukuh membantu Direktur PT Sumigita Jaya Herland bin Ompo untuk melakukan pembersihan atau pengangkatan tanah dari beberapa sumber lokasi.

Sedangkan dari hasil pemeriksaan ahli Kejagung, tanah terkontaminasi minyak pada lokasi penampungan tanah (stockpile) di kedua lokasi tidak mengandung mikroorganisme pendegradasi minyak. Karena itu jaksa berkeyakinan tidak mungkin bioremediasi dapat terjadi.

Perbuatan Kukuh juga dianggap menguntungkan kontraktor proyek PT Sumigita karena biaya pekerjaan bioremediasi 6,9 juta USD dibebankan kepada negara melalui mekanisme cost recovery.

Pihak Alumni ITB sendiri menilai dakwaan Jaksa mengada-ada. Tuduhan pekerjaan bioremediasi fiktif berdasarkan hasil pemeriksaan jaksa merupakan sebuah kesalahan. Waktu 14 hari yang digunakan jaksa untuk melakukan uji pencemaran tanah dianggap terlalu cepat. Menurut para alumni proses bioremediasi membutuhkan waktu yang panjang hingga 8 bulan. Jaksa juga dinilai salah dalam proses mengambil sampel dan mengukur tingkat pencemaran tanah karena menggunakan peralatan yang terbatas. (slm/ahy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar