Jakarta | Kamis, 18 April 2013 22:04 WIB | Aria Triyudha
Jurnas.com | SEJUMLAH kejanggalan dinilai mengiringi kasus dugaan korupsi bioremediasi di PT.Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Bahkan dianggap penuh unsur kriminalisasi.
Menurut Corporate Communication PT.CPI, Doni Indriawan, seharusnya kasus tersebut tidak perlu menjadi perkara pidana dan disidangkan di Pengadilan Tipikor. Pasalnya proyek bioremediasi tersebut bukan proyek mengada-ngada alias fiktif.
Doni memaparkan alasan mengapa proyek tersebut tidak fiktif. Salah satunya dari banyaknya mahasiswa yang telah berhasil menyusun skripsi maupun tesis dari bioremediasi di PT.CPI Riau.
”Apa lantas mereka (mahasiswa) berangkat dari data fiktif. Itu kan tidak mungkin,” ujar Doni dalam diskusi menyoal Kriminalisasi Perkara Bioremediasi Chevron di Jakarta, Kamis (18/4).
Karena itu, Doni menegaskan, sangkaan dan tudingan bioremadiasi merupakan proyek akal-akalan sangat tidak tepat. Mengingat karyawan PT.CPI Riau sendiri bisa menyaksikan realisasi proyek tersebut setiap harinya. ”Pengerjaan proyek itu setiap hari bisa dilihat,” katanya.
Sehingga, lanjut Doni, sangat tidak mungkin kontraktor bioremadiasi bersekongkol dengan karyawan PT.CPI Riau yang berjumlah 7 ribu karyawan. Termasuk penduduk di lokasi yang melihat realisasi pengerjaan proyek tersebut.
Terlebih, kata Doni lagi, proyek bioremediasi yang pembiayaannya menggunakan cost recovery itu setelah dihitung tidak menimbulkan kerugian negara.
Kendati dia mengakui seorang saksi ahli bernama Edison Effendi yang dijadikan saksi ahli Kejaksaan Agung tercatat pernah mengikuti dua kali tender proyek di PT. CPI. Namun ungkap Doni, hal itu tidak layak.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan korupsi bioremadiasi di PT CPI yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor telah menjerat tiga karyawan Chevron sebagai terdakwa. Adapun dua terdakwa lain berasal dari rekanan PT. Chevron. Mereka adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri dan Direktur Utama PT Sumagita Jaya, Herland bin Ompo.
Kasus ini ditangani Kejaksaan Agung lantaran proyek bioremediasi dianggap proyek fiktif sehingga telah merugikan negara sekitar US$6 juta. Lima terdakwa yang kini menjalani persidangan sendiri telah ditahan sejak dikenakan status tersangka.
Klik Jurnas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar