Rabu, 22 Mei 2013

Tak Gunakan UU Lingkungan Hidup, Kasus Chevron di Luar Nalar

Rabu, 22/05/2013 11:16 WIB
Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Kejanggalan-kejanggalan rekayasa kasus PT Chevron Pacific Indonesia (CPI)mulai terkuak. Salah satunya hakim tidak menggunakan UU Lingkungan Hidup, tetapi malah langsung menjerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

"Sejak dari pembuktian dan putusan tidak dapat dinalar secara ilmiah menurut hukum pidana," kata pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Dr Mudzakkir, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (22/5/2013).
Dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, majelis hakim menilai dua terdakwa dalam kasus itu Ricksy Prematuri dan Herland dinilai melakukan bioremediasi tidak sesuai izin. Padahal perizinan ini diatur dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam UU ini, diatur sanksi teguran, administratif hingga pidana bagi yang melanggar.

Anehnya, jaksa malah menjerat para terdakwa bukan dengan UU 32/2009 itu tetapi dengan UU Tindak Pidana Korupsi. "Ya itulah maunya jaksa dan hakim," cetus Mudzakkir.

Terkait perizinan pengolahan limbah, di persidangan juga terbukti bahwa rekanan Chevron tidak melanggar syarat-syarat yang diharuskan UU, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Anehnya, kasus izin ini ditarik jaksa dan diamini hakim sebagai tindak korupsi.

Hakim menjatuhkan 6 tahun penjara bagi Herlan dan 5 tahun penjara bagi Ricksy. Menurut majelis hakim yang diketuai oleh Sudharmawatingingsih ini, keduanya melakukan tindak pidana korupsi.

"Kasus Chevron Lebih mengedepankan selera dan maunya jaksa dan hakim," ujar Mudzakkir.

Usai memvonis Ricksy Prematuri dan Herland, jaksa langsung mendudukkan Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti dan Widodo sebagai terdakwa. Adapun tersangka Bachtiar Abdul Fatah kini menghuni Rutan Cipinang.

(asp/nrl)

Klik Detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar