Jumat, 03 Mei 2013

Pledoi Pribadi Ricksy Prematuri : PENZOLIMAN MELALUI INSTITUSI PENEGAK HUKUM



Saat ini akhir persidangan Mei 2013, saya masih merenung dan bertanya sejujur nya (bisa saja orang bilang mana mungkin maling ngaku maling!), terserah saja ! Saya merenung dan bertanya apa yang menyebabkan saya dituduh sebagai koruptor? Gak ketemu jawabannya, maaf! Pada saat dilakukan penyidikan saya sudah menerangkan kepada Jaksa sebenar-benarnya, dengan menunjukkan bukti sebanyak-banyaknya sesuai yang diminta Kejaksaan. Saya sangat kooperatif, karena saya merasa tidak bersalah dan saya ingin menerangkan dan berharap para Jaksa mengerti bahwa saya tidak bersalah. Namun ternyata kasus tetap berjalan hingga saat menerima surat dakwaan dan berkas perkara, pada Desember 2012, saya mencoba mencari apa sebenarnya yang menjadi kesalahan saya. Ga ketemu jawabannya, maaf!


Selain cerita fiksi dakwaan, yang dikarang-karang dan disambung-sambung dengan keterangan dan report rekayasa fitnah para ahli kejaksaan. Sebenarnya saya ingin sekali ketemu jawabannya bahwa saya memang salah. Ga ketemu jawabannya, maaf! Akan tetapi malah sebaliknya saya semakin yakin, haqul yakin saya tidak bersalah dan saya sedang dizholimi oleh para penegak hukum dan ahlinya, bahwa tuduhan korupsi ini adalah fitnah belaka, terutama setelah melihat fakta persidangan.

Yang menarik dari semua saksi fakta yang dihadirkan Kejaksaan, yang seharusnya memberatkan saya dan mendukung dakwaan JPU, TERNYATA tidak ada satupun saksi fakta dari Kejaksaan yang memberatkan. Satu-satunya yang memberatkan saya, yaitu siapa lagi kalau bukan peserta beberapa tender bioremediasi Chevron yang dijadikan ahli oleh Kejaksaan dan di amini oleh ahli perhitungan keuangan negara dari BPKP, dengan metode KALKULATORNYA yang menghitung hanya berdasarkan invoice tagihan pekerjaan jasa bioremediasi PT Green Planet Indonesia (GPI) yang saya serahkan dan informasikan ke Kejaksaan Agung.

Perlu diketahui bahwa selama proses penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan agung kepada saya semua dokumen dan fakta-fakta yang ada, telah saya sampaikan kepada kejaksaan untuk memberikan penjelasan dan untuk membuktikan bahwa kami tidak melakukan tindak pidana korupsi, namun didalam persidangan ini tidak semua dokumen yang telah kami sampaikan kejaksaan, diserahkan sebagai bukti-bukti dalam persidangan ini karena bukti-bukti , fakta-fakta yang telah kami sampaikan kepada kejaksaan itulah bukti dan fakta yang benar.

Saya akan mengulas beberapa hal, yang menurut saya sangat penting untuk dikemukakan, dengan logika saya yang awam hukum.

1. Proses Tender
Proses tender kami lalui benar-benar taat dan mengacu pada standart yang ditetapkan PT Chevron yang diumumkan saat pengumuman tender. Selanjutnya kami mengikuti pra qualifikasi, pengambilan dokumen tender, rapat penjelasan, pemasukan dokumen teknis dan penawaran harga, pengumuman hasil evaluasi teknis, pembukaan penawaran harga. Apabila seluruh tahapan ini lolos, dan harga yang ditawarkan terendah, maka peserta tender akan dinyatakan menang yang diikuti dengan penunjukkan pemenang lelang, dan diakhiri dengan penandatangan kontrak.

Yang penting dicatat dalam proses tender ini, bahwa,

1.a. Tender yang diumumkan adalah TENDER JASA PEMBORONGAN/KONTRUKSI, dengan sub bidang Perawatan Fasilitas Produksi dan bukan tender Bioremediasi namun “Pekerjaan Jasa-Jasa Pengoperasian, Perawatan dan Pengelolaan Fasilitas Bioremediasi di area Sumatra Light North (SLN)”.

1.b. Tidak pernah dipersyaratkan dalam mengikuti tender ini oleh PT Chevron, bahwa Perusahaan vendor yang ikut serta dalam proses lelang adalah perusahaan yang khusus bergerak dibidang pengelolaan limbah B3 dan harus memiliki izin pengolahan limbah B3. Jadi perusahaan umum apapun dapat mengikuti tender ini sepanjang persyaratan yang ditetapkan PT Chevron terpenuhi,

1.c. PT GPI telah mengikuti kualifikasi, kompetensi, kemampuan, ahli dan legalitas yang dipersyaratkan PT Chevron dalam mengikuti tender dan dinyatakan lulus. Dapat diinformasikan, bahwa untuk tenaga ahli, personil, peralatan yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaan jasa bioremediasi, telah disampaikan oleh PT GPI melalui penawaran teknis, telah di review dan dinyatakan lulus oleh PT Chevron. Saya merasa aneh jika ada pihak lain yang menuduh PT GPI tidak memiliki persyaratan tersebut. PT Chevron sebagai pemberi kerja bioremediasi mengakui kami kok. Saudara Jaksa, kami ini PT GPI, memiliki pengalaman dalam pelaksanaan bioremediasi sesuai ketentuan PT Chevron. Bahkan kami memiliki pengalaman pekerjaan jasa Bioremediasi tidak hanya di PT Chevron antara lain di PT KPC, PERTAMINA UP V, TOTAL INDONESIA dan CICO.

1.d. Tidak pernah diinfokan atau diumumkan bahwa pembiayaan pekerjaan adalah dengan mekanisme cost recovery.

Jadi saya sampaikan acuan kami PT GPI dalam mengikuti tender pekerjaan di PT Chevron, untuk dapat diterima sebagai vendor rekanan PT Chevron yaitu HANYA ACUAN PERSYARATAN DARI PT CHEVRON. Tidak ada yang lain.

2. Kontrak
Kontrak Pelaksanaan Jasa-Jasa Pengoperasian, Perawatan dan Pengelolaan untuk Fasilitas Bioremedisi Limbah Tanah Terkontaminasi Minyak Di Daerah Operasi Sumatera Light North (SLN), sejak tahun 2006 hingga Februari 2012, adalah dilaksanakan antara PT GPI untuk PT Chevron. Kontrak-kontrak ini adalah sah mengikat kedua belah pihak. Telah disebutkan didalam kontrak bahwa para pihak adalah hanya PT GPI dan PT Chevron, tidak ada pihak lain yang disebutkan didalam kontrak meskipun itu lembaga KLH atau BP Migas. Kontrak jasa-jasa yang dilaksanakan PT. GPI dengan PT Chevron adalah antara swasta dengan swasta, dalam kontrak jelas pembayaran adalah dari PT Chevron. TIDAK ADA SATU PASAL PUN YANG MENYEBUTKAN BAHWA PEMBAYARAN DENGAN MEKANISME COST RECOVERY. Dalam lampiran D tentang imbalan didalam kontrak jelas, bahwa perusahaan dalam hal ini PT Chevron yang akan membayar kontraktor PT GPI.

Jika melihat lampiran B dalam kontrak, yaitu hal-hal yang disediakan oleh Perusahaan PT Chevron, yaitu diantaranya Standar Operation Prosedure (SOP), Izin bekerja untuk PT GPI bekerja di SBF, laboratorium, pengetesan laboratorium, penentuan titik pengambilan sample, procedure field hexane test, dan wakil PT Chevron untuk konstruksi dan control kualitas.

Kemudian jika melihat lampiran C dalam kontrak, yaitu hal-hal yang harus disediakan oleh kontraktor PT GPI yang meliputi peralatan berat, tenaga kerja, material dan bahan, perlengkapan peralatan dan peralatan kesehatan.

Maka dapat disimpulkan dari penjelasan lampiran B dan C tersebut diatas, bahwa PT GPI, untuk Kontrak Pelaksanaan Jasa-Jasa Pengoperasian, Perawatan dan Pengelolaan untuk Fasilitas Bioremediasi Limbah Tanah Terkontaminasi Minyak Di Daerah Operasi Sumatera Light North (SLN), di PT Chevron HANYA SEBAGAI OPERATOR ALIAS TUKANG saja. Teknologi bioremediasi adalah berdasarkan SOP PT Chevron, yang dikembangkan oleh PT Chevron dengan para ahli dari USA Amerika dan tim pakar dalam negeri sejak tahun 1994 (terlampir Jurnal Internasional untuk publikasi teknologi yang dikembangkan oleh PT Chevron ).

Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari PT Chevron sendiri (lihat lampiran).

3. Izin Pengelolaan Limbah B3.

Telah dijelaskan bahwa dalam proses Tender Bioremediasi di PT Chevron tidak mempersyaratkan izin Pengelolaan Limbah B3 dari pihak Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) kepada peserta tender. Dan dalam fakta-fakta persidanganpun pihak KLH telah menyatakan bahwa yang seharusnya memiliki izin adalah PT Chevron Pacific Indonesia sebagai Penghasil limbah dan Pemilik fasilitas pengelolaan limbah B3 karena hal ini terkait dengan dokumen Amdal, Izin Lokasi, Izin HO (izin gangguan) seperti yang dipersyaratkan dalam KEPMEN LH No 128 tahun 2003 dan PERMEN LH No. 18 tahun 2009.

Jaksa Penuntut Umum mengutip Peraturan Pemerintah (PP) maupun KEPMENLH sepenggal-penggal terkait izin pengelolan Limbah B3 ini. Apabila dilihat dengan seutuhnya pada PP No.18 Tahun 1999 pasal 40 ayat 1 (a) yang menyatakan, “penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari Kepala instansi yang bertanggung jawab. Artinya INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB ADALAH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Ada 2 peraturan terkait Izin Pengelolaan Limbah B3 yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup yaitu KEPMENLH No.128 Tahun 2003 pasal 3 Lampiran I dan PERMEN LH No. 18 Tahun 2009 pasal 10 ayat 3 yang bunyinya “permohonan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat(1) wajib dilengkapi dengan persyaratan minimal sebagaimana tercantum dalam lampiran III (form-persyaratan minimal permohonan ijin) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini antara lain Dokumen Lingkungan (AMDAL/ UKL/ UPL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Lokasi dan Izin HO (izin Gangguan). Jelas dan sangat terang benderang, bahwa Dokumen Lingkungan (AMDAL/ UKL/ UPL), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Lokasi dan Izin HO (izin Gangguan) hanya bisa dipenuhi oleh Badan Usaha Pemilik fasilitas pengelolaan Limbah dan penghasil limbah yaitu PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA.

Yang menjadi pertanyaan yang menggelitik oleh saya : Jika PT. GPI diharuskan memiliki izin dari KLH , bagaimana ijin itu bisa diberikan kepada 2 (dua) perusahaan/ pihak yang berbeda, di satu lokasi yang sama dan objek yang sama?


4. KKN, Kerjasama atau Meminta Pekerjaan di PT Chevron. mana bisa?

PT Chevron telah memiliki manajemen yang mapan, transparan dan jelas dalam men-sub kontrakkan pekerjaannya kepada para kontraktor atau vendor, mulai dari proses tender hingga penandatangan kontrak dan pelaksanaannya. Dalam proses tender, peserta tender harus melalui tahapan yang sangat ketat, mulai administrasi, legalitas, Health and safety management, dan evaluasi teknis serta pengalaman yang dipersyaratkan. Dengan tahapan ini maka tidak memungkinkan keputusan pemenang tender di PT Chevron hanya diputuskan oleh orang per orang dengan metode KKN, atau meminta-minta pekerjaan, namun ditentukan oleh tim yang berlapis dari tingkat administrator hingga tingkat manajemen. Dalam memenangkan pekerjaan tender perusahaan PT GPI, selalu mendapatkannya dengan penawaran harga yang terendah. Jadi bagaimana ada dugaan KKN ? Harga penawaran yang dimenangkan PT GPI selalu turun dari tahun ke tahun, contoh kontrak 2846OK; 7829OK dan 9404OK kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2007 harga terendah yang dimenangkan PT GPI dalam tender adalah US$27,78 per m3, tender selanjutnya tahun 2008 hingga tahun 2011 yaitu kontrak 6841OK harga terendah yang imenangkan PT GPI turun menjadi US$ 22,35 per m3. Kenaikan menjadi US$25,36 hanya terjadi pada kontrak Bridging C 905608 tahun 2011 – Februari 2012. Kenaikan inipun dikarena durasi kontrak yang sangat pendek yaitu hanya 6 bulan saja. Namun, dari nilai kontrak C 905608 sejumlah US$600 ribuan, hanya US$200 ribuan yang berhasil PT GPI tagihkan ke PT Chevron. Hal ini terjadi karena jumlah COCS yang diolah sangat sedikit jauh dari jumlah yang di komitmenkan dalam kontrak selama 6 bulan tersebut. Kalau melihat dari kacamata bisnis, tentunya kami rugi. Namun inilah bisnis ada resiko yang harus ditanggung, dan kami pun tidak bisa mengajukan keberatan kepada PT Chevron karena tidak ada mekanisme aturannya di dalam kontrak yang kami tandatangani. Jadi dari penjelasan ini dapat dimengerti tidak mungkin KKN atau kongkalikong di PT Chevron. Kami sepakati aja apapun yang tertuang dalam kontrak.

5. Dakwaan dan Rekayasa Alat Bukti
Untuk mendukung dakwaan yang dibuat para Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung kepada saya adalah hasil pengujian sampling tanah terkontaminasi minyak bumi PT Chevron Pacific Indonesia tanggal 25 Juli 2012, yang dilakukan oleh tim ahli bioremediasinya, yaitu Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno.

Yang saya permasalahkan adalah, apakah hasil pengujian sampling tanah terkontaminasi ini syah sebagai alat bukti untuk mendukung dakwaan para Jaksa tersebut kepada saya ???

Bahwa sampling tanah terkontaminasi minyak bumi PT Chevron tersebut, diambil oleh Kejaksaan Agung dan tim ahlinya tanpa ada keterlibatan saya sebagai terdakwa. Saya tidak menyaksikan sama sekali pengambilan sampling tanah tersebut.

Bahwa sampling tanah terkontaminasi minyak bumi hanya dilakukan di SBF Pematang pada tanggal 11 April 2012, padahal kontrak PT GPI dengan PT Chevron telah berakhir pada tanggal 24 Februari 2012. PT GPI telah melakukan serah terima fasilitas SBF kepada PT Chevron, ada bukti Berita Acara serah terima SBF ke PT Chevron yaitu untuk SBF LIBO pada tanggal 1 Maret 2012 ; SBF Pematang tanggal 15 Maret 2012 ; SBF Mutiara tanggal 29 Februari 2012. Setelah dilakukan serah terima tersebut maka segala sesuai yang berhubungan dengan lokasi dan segala sesuatu yang ada di SBF, termasuk kondisi tanah terkontaminasi minyak (COCS) sudah bukan tanggung jawab PT GPI lagi. Jadi sepenuhnya tanggung jawab dari PT Chevron. Sehinga sampling sample yang diuji sebagiai alat bukti adalah bukan tanah terkontaminasi minyak (COCS) yang diproses oleh PT GPI. Jadi BUKAN MERUPAKAN ALAT BUKTI MILIK PT GPI. Jadi sampling tanah terkotaminasi minyak sebagai bahan pendukung dakwaan saya tidak syah sebagai alat bukti.

Bahwa sampling tanah terkontaminasi minyak bumi diambil oleh Kejaksaan dan ahlinya di Stock Pile (yaitu tempat pengumpulan (COCS) didalam SBF dan di Spreading area yang merupakan lokasi buangan tanah terkontaminasi minyak (COCS) yang telah berhasil diolah dengan TPH dibawah 1%. Padahal PT GPI, sesuai kontrak melakukan pekerjaan jasa bioremediasi yaitu, mulai dari pengukuran volume awal, pengambilan sample awal untuk pengukuran TPH awal proses, homogenisasi (mixing), pembolak balikan tanah, penyiraman, pemberian nutrisi, pengambilan sample COCS untuk pengukuran monitoring penurunan TPH per 2 minggu, hingga pengukuran TPH akhir oleh pihak PT Chevron dan Independent pihak ke-3, seluruhnya dilakukan di processing PIT (sel pengolahan) didalam SBF, bukan di stock pile apalagi spreading area. Jadi tidak pernah ada pengukuran TPH di stock pile dan spreading area, sesuai kontrak pekerjaan jasa bioremediasi antara PT GPI dan PT Chevron. Bagaimana mungkin hasil uji Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno, yang mengambil tanah terkontaminasi minyak bumi (COCS) di Stockpile dan Spereading area, dapat membuktikan tanah terkontaminasi minyak bumi (COCS) yang diproses di Processing PIT (sel pengolahan)? dimana bukti ini dimasukkan dalam dakwaan kepada saya.

Bahwa untuk menguji penelitian terhadap identifikasi mikroorganisma pendegradasi minyak. Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno, dimana dia berkesimpulan bioremediasi nihil. Mereka menguji tanah dari SUMBER TANAH MINAS. Padahal PT Green Planet Indonesia, tidak pernah bekerja di MINAS. PT Green Planet Indonesia bekerja sesuai kontrak di Sumatera Light North (SLN), LIBO, PEMATANG dan MUTIARA. 3 Jam dari MINAS. Bagaimana mungkin hasil uji Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno, yang menguji dari SUMBER TANAH DI MINAS, dapat membuktikan PEKERJAAN PT GREEN PLANET DI SLN ?

Bahwa sample yang diuji oleh Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno adalah sample yang diambil dari SPREADING AREA, dimana mereka berkesimpulan bahwa tanah yang diolah adalah tanah segar. Harap diingat bahwa pengujian TPH akhir proses bioremediasi PT Green Planet Indonesia oleh PT CPI dan pihak ke-3, adalah dengan mengambil sample tanah terkontaminasi minyak (COCS) di dalam processing PIT (SEL Pengolahan), sebelum Hauling OUT. Hasil pengujian TPH akhir ini sejak tahun 2006 hingga awal 2012, tidak ada satu siklus pun yang menunjukkan TPH akhir 0,00%. Jadi hasil pekerjaan jasa bioremediasi yang dilakukan PT GPI TIDAK PERNAH DIUKUR TPH AKHIR nya DI SPREADING AREA. (lihat dakwaan saya, sampling tanah yang berasal dari Duri, poin c dan point c kesimpulan).

Bahwa sample tanah terkontaminasi minyak bumi, sebagai alat bukti diuji di Laboratorium dadakan di Kejaksaan Agung oleh para ahlinya yang dipimpin Edison Effendi. Laboratorium dadakan ini jelas-jelas tidak terakreditasi dan melanggar Permen Menteri Negara Lingkungan Hidup no 6 tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dimana pada pasal 1 ayat 1, disebutkan Laboratorium lingkungan adalah Laboratorium yang mempunyai sertifikat akreditasi Laboratorium pengujian parameter kualitas lingkungan dan mempunyai identitas registrasi.

Bahwa sample tanah terkontaminasi minyak bumi sebagai alat bukti diuji, pada bulan 13 Juni 2012, yaitu 2 bulan (60 hari) sejak sample diambil dari lapangan di SBF Pematang Duri. Padahal sesuai US EPA SW-846 yang tercantum pada Kepmen LH nomor 128 tahun 2003, tentang tata cara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Pengujian harus dilakukan paling lambat 14 hari sejak sample diambil dari lapangan. Jadi holding time sesuai US EPA SW-846 adalah 14 hari. Hasil pengujian diatas holding time nya, maka hasil pengujian dianggap bias tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Dari penjelasan diatas, jelas bahwa dakwaan saya didasarkan oleh alat bukti dari sampling tanah terkontaminasi minyak bumi yang BETUL-BETUL TIDAK ADA KAITANNYA atas pekerjaan jasa bioremediasi PT GPI di PT CHEVRON dari tahun 2006 – 24 Februari 2012, di tiga lokasi SBF Libo, Pematang dan Mutiara dan pekerjaan di processing PIT (Sel Pengolahan). Semuanya saya berkesimpulan adalah hanya Rekayasa Alat Bukti yang dikarang-karang dan dihubung-hubungkan untuk mendakwa saya dan memenjarakan saya.

Sample tanah terkontaminasi minyak bumi sebagai alat bukti yang di rekayasa ini, diuji oleh para ahli Kejaksaan yang TIDAK OBJECTIVE, TIDAK KOMPETEN, TIDAK DIKENAL, dan yang paling menyedihkan adalah PESERTA TENDER YANG SELALU KALAH.

Bahwa para saksi ahli Kejaksaan adalah peserta tender yang merupakan pesaing PT GPI. Seperti yang sudah diketahui bahwa saksi Edison Effendi, peserta tender yang kalah dalam pekerjaan Bioremediasi di PT Chevron. Edison Effendi tahun 2007 mengikuti tender atas nama PT Sinar Mandau Mandiri, sedangkan pada tahun 2011, Edison Effendi bergabung dengan PT Putera Riau Kemari. Edison Effendi dan Bambang Iswanto bergabung sebagai ahli bioremediasi dalam Yola Konsultan dan PT Bangun Persada. Selanjutnya, Edison Effendy, Bambang Iswanto dan Prayitno, ketiganya bekerjasama dalam proyek bioremediasi lahan tercemar di Pertamina, Vico dan Texmaco. Kerjasama ketiganya ini tergambar dalam penjelasan riwayat pekerjaan mereka didalam BAP mereka. Edison juga pernah melakukan pilot test yang gagal di PT Chevron atas nama PT Adimitra. Edison Effendi juga pernah mau jualan mikroba yang lagi lagi gagal atas nama PT Indo Enviro.

Bahwa atas dasar apa Kejaksaan Agung menunjuk Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno sebagai ahli? Padahal di SK Menteri KLH no 298 tahun 2010 tanggal 20 Desember 2010. Edison Effendi, Bambang Iswanto dan Prayitno tidak tercantum sebagai ahli Bioremediasi atau dewan pakar Bioremediasi. Seharusnya sebagai Institusi Hukum Negara, milik semua warga Negara Indonesia yang berharap keadilan pada lembaga Kejaksaan Agung. Para Jaksa meminta bantuan dari ahli yang dirujuk oleh KLH, agar proses hukum bisa berjalan berkeadilan bagi semua pihak. Jangan saya sebagai terdakwa dikorbankan.

Bahwa saksi ahli adalah saksi yang tidak dikenal, oleh Forum Bioremediasi Indonesia dan KLH. Berdasarkan surat keputusan meneg KLH 298 tahun 2010 tanggal 20 Desember 2010. Disebutkan bahwa ahli bidang bioremediasi adalah Prof. Dr. Ir. Enri Damanhuri dan Dr. Ir. Edwan Kardena. TIDAK disebutkan Edison Efendi, Bambang Iswanto, dan Prayitno. Jadi mereka ini saksi ahli darimana ? apakah hanya saksi ahli fiktif. Dr Andreas, mengatakan Edison ahli Bioremediasi yang tdk dikenal. Di Indonesia ada Forum Bioremediasi Indonesia yang membidangi lahirnya Kepmen LH 128 tahun 2003. Bukti on line Andreas agar dapat dijadikan bukti (terlampir)

Bahwa ahli yang digunakan oleh Kejaksaan Agung adalah bukan saksi ahli yang berpengalaman dalam Land Farming Exsitu ? Mohon ditunjukan dimana saksi ahli Edison Effendi, Bambang dan Prayitno, pernah melakukan pekerjaan Bioremedasi landfarming ex situ ? Berapa besar volume dan nilai pekerjaan ? Pada kurun waktu berapa lama, dari tahun berapa hingga tahun berapa ? PT Chevron adalah perusahaan yang terbesar mengelola bioremediasi Land Farming exsitu di Indonesia. Tidak ada satupun di Indonesia yang mengelola bioremediasi Land Farming exsitu sebesar PT Chevron. Jadi dapat disimpulkan, bahwa sesungguhnya kami lah PT Chevron dan PT GPI, yang paling ahli dan berpengalaman mengelola bioremediasi Land Farming exsitu di Indonesia.

Mari kita kaji sampling tanah terkontaminasi minyak ini apa secara ilmiah dapat digunakan juga sebagai alat bukti? Kebetulan saya berlatar belakang Bioteknologi Mikroba.

Satu sample yang diambil pada satu tempat dan satu waktu, tidak dapat merepresentatifkan seluruh tempat SBF pada kurun 2006 hingga 2012. PT GPI bekerja di 4 lokasi SBF yaitu Kota Batak, Libo, Pematang dan Mutiara. Bagaimana mungkin sample yang diambil hanya sekali pada tanggal 11 April 2012, hanya di lokasi Pematang (ambilnya salah lagi di STOCK PILE dan SREADING AREA, bukan SEL PENGOLAHAN yang merupakan scope proses bioremediasi), dijadikan alat bukti. Logika ilmiah nya tidak nyambung. Pada buku “Preparation of Soil Sampling Protocols : Sampling Techniques and Strategies” US-EPA, EPA/600/R92/126, Juli 1992. Disebutkan : (a). Soil properties vary not only from one location to another location but also among the horizons of given profile. (b) The variation that seem to be inherent in data collected from any soil sampling study must be taken into consideration during the design of soil sampling plan. Techniques designed to take the variation into account must be employed in any soil sampling plan. This includes the sampling design, the collection procedures, the analytical procedures and the data analysis. An interactive approach must be use in order to balance the data quality needs and resources with designs that will either control the variations, stratify to reduce the effects of the variation or reduce its influence upon the decisions process.

Jumlah sample yang diambil adalah sangat tidak refresentatif/ mewakili Edison Effendi, Bambang Iswantono, Prayitno dan tim Kejaksaan Agung RI mengambil sample 2 (dua) cool box dan 1 tabung dari COCS tidak diolah dari Pematang Duri, 3 (tiga) cool box akan diolah dari Pematang Duri, 2 (dua) tabung dari spreading area Pematang Duri. Ketiganya diambil pada tanggal 11 April 2012. Tanah terkontaminasi minyak bumi (COCS) yang telah berhasil diolah PT Green Planet Indonesia dengan metode bioremediasi hingga TPH dibawah 1% hampir 150 ribuan m3. Menurut Australian EPA (AU-EPA), Industrial Waste Resources Guidline-IWRG 702, Soil Sampling Guidelines : “For large soil volumes (i.e >2500m3) the minimum sampling rate should not be less than 1 sample per 250m3”. Jadi jika melihat jumlah sample yang diambil tim Kejaksaan dan Edison Effendi, dan mempertimbangkan jumlah tanah terkontaminasi minyak bumi (COCS) yang berhasil diolah oleh PT Green Planet Indonesia, dan juga mempertimbangkan reference dari US-EPA, maka sample yang diambil kemudian diuji SANGAT TIDAK MEWAKILI.

Holding time, untuk sample yang akan di uji. Semua sample yang akan diuji harus tidak melebihi waktu uji yang telah dipersyaratan, agar sample tidak kadaluwarsa dan menjamin keakuratan hasil pengujian. Untuk pengujian TPH, holding time yang dipersyaratkan adalah sebagai berikut :

(a). US-EPA SW 846 , holding time untuk pengujian TPH adalah : 7 – 14 hari; wadah harus glass; penyimpanan < 6 derajat C.

(b). Pusarpedal, Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, pada suratnya kepada Direktur Penyidik Kejaksaan Agung RI di Jakarta No : B-201/Pusarpedal/LH/PDAL/06/2012 tanggal 1 Juni 2012, mengatakan “ Holding Time (batas maksimum penyimpanan sample dari mulai sampling sampai dengan analisis) untuk parameter BTX, etyl benzene, dan total PAH adalah 14 hari, sedangkan untuk TPH adalah 7 hari. Botol/wadah yang digunakan untuk pengujian parameter tersebut seharusnya botol kaca gelap dengan tutup Teflon dan diawetkan dengan cara pendinginan pada suhu 4+/-2 derajat C.

(c). Laboratorium terakredisasi PT ALS : Holding time untuk BTEX adalah 14 hari, container harus botol vial gelap dan disimpan pada suhu 4 derajat C. Sedangkan Holding time untuk Petrolium Hydrocarbon (TPH) adalah juga maksimal 14 hari, container harus botol vial, dan disimpan pada suhu 4 derajat C.

(d). Kepmen LH 128 tahun 2003, untuk menganalisa TPH mengacu pada metode teknis yang dikeluarkan oleh US-EPA SW 846 (lihat II.1.12 Analisis Limbah)

Jadi saya bingung, Edison Effedi tim dan Kejaksaan Agung me- refer ke reference dan acuan yang mana ya ?? dimana mereka ambil sample tanggal 11 April 2012, kemudian sample mulai diserah terimakan untuk diuji Edison Effendi tim pada tanggal 13 Juni 2012. Jadi Holding Time mereka adalah 60 hari. Tidak ada satupun reference atau acuan yang mengatakan holding time 60 hari.

Saya juga coba mengkaji reference-reference selain yang saya sebutkan diatas yaitu : Australia EPA (AU-EPA), IWRG 701; American analysis EPA 418 ; Torren Laboratory (Independent Lab. In US).

Dari reference ini TIDAK ADA SATUPUN YANG MENYEBUTKAN HOLDING TIME LEBIH DARI 14 HARI.

APAKAH SYAH SAMPLE TANAH TERKONTAMINASI MINYAK BUMI INI YANG DIAMBIL DI PT CHEVRON DENGAN WAKTU YANG SALAH, TEMPAT PENGAMBILAN YANG SALAH, TEMPAT PENGUJIAN YANG SALAH, WAKTU PENGUJIAN DENGAN MASA HOLDING TIME YANG KADALUWARSA, DAN YANG TERPENTING AHLI YANG MENGUJINYA JUGA AHLI YANG SALAH TIDAK OBYEKTIF DAN PESERTA TENDER. DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI ALAT BUKTI UNTUK MENDAKWA SAYA DAN MEMENJARAKAN SAYA? Majelis Hakim Yang Mulia, Mohon Keadilannya!!!

6. Tuntutan Jaksa yang Tidak Masuk Akal dan Tidak Manusiawi

Allohu Akbar, inilah mungkin yang dinamakan pameran kekuasaan dan kesewenang-wenangan para penegak hukum yang diberi kewenangan yang luar biasa dari Negara, untuk menzholimi Warga Negaranya Sendiri. Wahai para Jaksa, sebelum anda menuntut seseorang, sebaiknya anda berdoa dulu, dan tanyakan kepada hati nurani anda yang seyakin yakinnya, tanpa anda interfensi dari siapapun, atau agenda apapun. Apabila anda menggunakan hati nurani anda yang sejernih-jernih nya, saya yakin para Jaksa ini tidak akan menuntut saya seberat ini, bahkan mungkin nuraninya berkata, tidak sepantasnya saya tetap lanjutkan penuntutan ini! Fakta-fakta persidangan sudah sangat jelas, bahwa dakwaan yang dibuat para Jaksa adalah tidak terbukti dan lemah, alias asal nuduh aja dengan ngarang-ngarang cerita fiksi Dakwaan.

Apakah para Jaksa jika memiliki hati nuraninya, pantas menuntut saya dengan menjatuhkan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan membayar denda Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) subsider selama 6 (enam) bulan kurungan, kemudian membayar uang penganti sejumlah US$ 3,089,281.26 dan membayar denda Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)? Jangan kesalahan saya dicari-cari dan dikarang-karang dengan fitnah dan menuduh yang tidak semestinya.

Para Jaksa yang terhormat, perlu saya sampaikan sebagai kawan yang kebetulan juga se iman, juga kepada bapak Jampidsus, yang setiap bada Jumat, selalu saya lihat dari balik ruang tamu rumah tahanan saya (kebetulan selama ditahanan saya tidak bisa Sholat di Mesjid), beliau keluar dari Masjid Baitul Adil Kejaksaan Agung. Saya hanya bisa menghimbau, jangan gunakan kewenangan yang besar yang sudah diberikan oleh Negara kepada anda-anda semua, kemudian anda gunakan kewenangan itu untuk berlaku sewenang-wenang, sehingga banyak orang yang terzholimi. Bayangkan jika anda besok atau lusa, dipanggil sang Khalik, saat yang bersamaan anda sedang menzolimi orang. Apakah anda bisa berkata demi Institusi atau perintah atasan. Institusi atau atasan atau Negara sekalipun tidak akan mempertanggungjawabkan perbuatan anda di depan sang Khalik, saat kematian menjemput anda.

Bagaimana saya dianggap memperkaya diri sendiri, uang yang diterima itu masuk ke perusahaan, oleh perusahaan uang tersebut juga digunakan untuk kegiatan operasional pelaksanaan kontrak PT GPI di PT Chevron sehingga sejumlah tanah terkontaminasi minyak bumi (COCS), sudah berhasil dibioremediasi dan mendapat persetujuan dari PT Chevron, tidak ada complain dan sudah dilaporkan kepada KLH. Jadi kalau saat ini saya harus dituntut mengembalikan lagi uang yang US$ 3,089,281.26 itu kepada siapa? Negara atau PT Chevron, lantas tanah yang sudah berhasil diolah itu dianggap tidak dibayar alias gratisan?

Di dalam persidangan juga telah terbukti bahwa HAMPIR total US$ 10 Juta uang PT Chevron untuk pembayaran proyek jasa bioremediasi ini telah di suspend dan ditahan oleh pemerintah. Lantas kenapa para Jaksa masih menuntut untuk mengembalikan uang dari saya pribadi?

Apakah ada bukti uang bioremediasi liar masuk ke saya pribadi? tolong tunjukkan mana buktinya, apakah ada laporan PPATK yang menyatakan bahwa duit tersebut masuk ke rekening saya dan dianggap memperkaya saya?

Saya ini hanya direktur di PT Green Planet Indonesia, yang hanya menerima dan makan gaji saja, gaji itulah yang selama ini cukup untuk membiayai kehidupan keluarga saya. Cukup saja, tidak berlebihan.

Jadi bagaimana saya dituntut harus dapat mengembalikan uang senilai US$ 3,089,281.26? Walaupun harus di injak-injak, saya tidak akan pernah bisa mengembalikan uang sebesar itu. Sangat-sangat tidak masuk di akal. Uang tersebut adalah nilai kontrak yang telah ter-invoice kan, yang karena fitnah ahli, kemudian di amini oleh oknum pejabat Kejaksaan Agung, dan dihitung dengan metode kalkulator oleh oknum pejabatan BPKP, maka penjumlahan invoice tersebut menjadi US$ 3,089,281.26. Celakanya ini disimpulkan sebagai kerugian Negara. Untuk menghitung kerugian seperti ini tidak perlu seorang ahli BPKP yang dibayar Negara, cukup sediakan kalkulator, tumpukan tumpukan invoice, dan berikan ke anak saya yang masih SMP, tidak lebih dari satu hari, akan terjumlah angka sejumlah 3 juta USD tersebut.

Kalau saya benar terbukti memperkaya diri saya sejumlah US$ 3 juta, tunjukkan dimana uang tersebut benar benar ada pada saya. Mungkin persidangan yang telah berjalan ini, tidak perlu terlalu alot, tidak perlu ada walk out, sehingga saya tidak bisa diperiksa sebagai terdakwa, saya akan berserah diri saja, silakan saya di vonis saja, toh ini bagian dari tanggung jawab saya, yang telah menikmati uang sejumlah US$ 3 juta tersebut.

Yang Mulia Majelis Hakim, uang US$ 3,089,281.26 merupakan invoice tagihan PT Green Planet Indonesia kepada PT Chevron atas perkerjaan jasa-jasa bioremediasi sesuai kontrak dari tahun 2006 hingga Februari tahun 2012. Sangat wajar sesuai kontrak pekerjaan PT GPI sudah berhasil dan diterima dengan baik oleh PT Chevron, maka PT GPI harus menerima pembayaran dari PT Chevron. Jadi bagaimana uang tersebut dianggap uang korupsi yang memperkaya korporasi atau bahkan saya pribadi? PT GPI sudah berkerja dengan baik dan sesuai kontrak sudah diterima PT Chevron. Jadi dimana uang tersebut, padahal sudah ada hasil pekerjaan tanah tanah terkontaminasi minyak yang TPH nya sudah berhasil dibawah 1%, yang bertumpuk tumpuk di spreading area, yang sudah diterima dengan baik oleh PT Chevron dan sudah berhasil dan di laporkan ke KLH.

Saya menghimbau segera bertobat, jangan menuduh dan memfitnah orang dengan fakta-fakta yang direkayasa dan dibuat-buat oleh hasutan seseorang. Anda-anda yang paling tahu dan paling bertanggung jawab untuk mengetahui fakta-fakta yang ada dalam persidangan. Jika anda mengetahui kebenaran, anda sesungguhnya harus berani dan jujur. Jangan buat surat tuntutan dan dakwaan atas pesanan atasan atau bahkan Institusi anda sekalipun.

Institusi Kejaksaan Agung adalah milik Negara, yang wajib “DEMI KEADILAN” untuk berbuat adil bagi seluruh warga Negara Indonesia termasuk saya. Jangan mudah ditunggangi oleh kepentingan segelintir orang, sehingga para JPUdari Kejaksaan Agung berbuat zolim dengan menuduh dan memenjarakan orang yang tidak bersalah. Kebetulan JPU dan Yang Terhormat Bapak Jampidsus adalah orang-orang yang se-iman dengan saya, ingatlah ayat-ayat berikut :

Al-Ma’idah (8)

Wahai orang-orang yang beriman. Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.

An-Nisa (168)

Sesunguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezoliman, Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula) akan menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus),

An-Nisa (169)

Kecuali jalan ke neraka Jahanam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Dan hal itu (sangat) mudah bagi Alloh.

Mohon bantu saya yang seadil-adilnya, apakah saya harus masuk penjara dan mengembalikan uang sejumlah US$ 3 Juta, tanpa kesalahan korupsi apapun yang saya perbuat?

Saya masih memiliki keluarga istri dan tiga orang anak, dimana yang pertama sedang menyelesaikan kuliah sarjananya, yang nomor dua SMP kelas tiga dan tahun ini akan masuk SMA, sedangkan si bungsu adalah enam tahun kelas 1 SD. Bagaimana masa depan keluarga saya jika sampai saya dipidana dan masuk penjara. Keluarga saya masih sangat memerlukan saya sebagai kepala keluarga. Istri saya bukan wanita karir dan hanya ibu rumah tangga biasa. Saya tidak dapat membayangkan, siapa yang akan mensupport financial keluarga nanti. Saya tidak punya harta dan tabungan seperti orang-orang yang benar-benar korupsi seperti yang banyak disiarkan oleh media masa dan televisi. Saya tidak punya apa-apa yang Mulia. Jangan samakan saya dengan mereka.

Saya juga masih harus menyelesaikan studi S-3 (PhD) dari Jepang, yang hingga kini terbengkalai. Jika saya sampai dipenjara dipastikan program S3 saya akan gagal. Padahal program S3 saya ini merupakan program yang sangat kompetitif di dunia, dimana salah satu persyaratannya untuk lulus program ini adalah 5 buah publikasi internasional pada jurnal-jurnal yang memiliki reputasi dan terakreditasi. Seperti diketahui saat ini Pemerintah Indonesia sedang galak-galaknya untuk mendorong para ilmuwan dari Indonesia untuk melakukan publikasi internasional, sehingga ilmuwan Indonesia dapat sejajar dan diakui oleh ilmuwan manca Negara di dunia. Saya kuatir, jika program beasiswa S3 saya terhenti disebabkan saya dipenjara dan mendapat tuduhan melaksanakan tindak pidana korupsi, bisa menurunkan kepercayaan pemberi beasiswa, yang berakibat pada penurunan penawaran/penerimaan calon penerimaan beasiswa dari Indonesia pada tahun-tahun yang akan datang.

Saya juga masih memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan dan menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan PT Green Planet Inidonesia. Jika saya ditetapkan menjadi terpidana maka dipastikan akan berakibat pada menurunnya kepercayaan publik, baik dari pihak perbankan sebagai pensupprot dana maupun client dan calon client proyek-proyek kami. Saat ini sangat sulit sekali bagi perusahaan kami untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak perbankan. Kami juga terpaksa melakukan PHK karyawan kami. Untuk itu cita-cita saya yang hakiki untuk membuka lapangan kerja sesuai program yang sedang digalakkan pemerintah, membagi rejeki sesama, dan menjadi orang yang menjembati antara peneliti dan interprenaure menjadi sia-sia.

Pada kesempatan ini saya memohon maaf jika kemarin saya tidak berkenan untuk diperiksa sebagai Terdakwa. Tidak ada maksud saya secara pribadi untuk mempersulit jalannnya persidangan atau bahkan melawan kepada Yang Mulia. Hal ini semata-mata hanyalah reaksi saya atas ketidakadilan Majelis Hakim yang mulia, bahwa saya tidak diberi kesempatan yang maksimal untuk membela diri saya atas tuduhan JPU.

Padahal sesuai KUHAP menurut penasehat hukum saya, saya sebagai tersangka dan terdakwa wajib diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk membela diri. Demikian juga sesuai keyakinan keimanan saya, pada :

Surat As Syura (39) : Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri.

Para Jaksa oleh yang Mulia Majelis Hakim diberi waktu untuk memnghadirkan saksi dan ahli nya hampir 4 bulan, sedangkan saya hanya 1 minggu. Dimana agenda sidang untuk saya dipadatkan hampir setiap hari selama 1 minggu tersebut. Bagaimana saya dapat membela dengan sebaik-baiknya jika waktu yang diberikan kepada saya sangat singkat. Sebagai akibatnya saya tidak dapat menghadirkan ahli Bioremediasi dan ahli production sharing contract (PSC). Padahal kedua ahli ini sangat penting untuk dihadirkan dalam kasus ini.

Pada kesempatan ini, saya mohon keadilan, keridhoan dan kerelaan kepada Majelis Hakim yang merupakan wakil tuhan di dunia, untuk dapat membebaskan saya dari fitnah dan tuduhan para JPU dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Saya selalu berdo'a agar Yang Mulia Majelis Hakim diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Semoga Majelis Hakim yang Mulia diberikan hidayah memberi putusan atas nama keadilan dan kebenaran serta selalu diberi kebajikan, kesehatan dan pertolongan serta perlindungan dari Allah SWT. Amin.

Demikian Pledoi Pribadi saya. Semoga keadilan yang sebenar-benar nya dapat berdiri tegak di Bumi Indonesia Tercinta ini.

Jakarta, 03 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar