Rabu, 08 Mei 2013

Perkara Chevron Diwarnai Disenting Opinion Hakim


INILAH.COM - Jakarta - Vonis perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri tadi malam di Pengadilan Tipikor, Jakarta diwarnai dengan dissenting opinion atau beda pendapat yang disampaikan oleh hakim anggota dua, Sofialdi.
Dikatakan Sofialdi, terdakwa Ricksy tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah baik sesuai dakwaan primer maupun dakwaan subsider.



Menurut Sofialdi, pekerjaan bioremediasi telah dilakukan GPI dan telah selesai. PT GPI, sambung Sofialdi, juga tak harus mengurus izin sendiri karena menurut peraturan pemerintah, yang harus mengurus izin adalah Chevron sebagai pemilik limbah.

Tak hanya itu, Sofialdi menilai jika pengambilan sampel yang dilakukan ahli Edison Effendi dan uji sampel yang hanya dilakukan di laboratorium dadakan di Kejakgung, tak bisa digunakan sebagai bukti di persidangan.

Menurutnya, Uji sampel bertentangan dengan peraturan menteri tentang laboratorium lingkungan hidup yang tak bersertifikat.

"Hasilnya menjadi tidak valid dan tidak ilmiah, apalagi digunakan untuk menyatakan kesalahan sebuah perkara. Karena itu, unsur melawan hukum tak terbukti," jelas Sofialdi, Selasa (7/5/2013) malam.

Lebih lanjut dikatakan Sofialdi, pendapat ahli Edison Effendi dapat dikesampingkan karena ahli dalam melakukan pekerjaanya tidak independen. Oleh sebab itu Sofialdi menilai Ricksy harus diputus bebas dari dakwaan primer dan subsider, sebab dalam dakwaan tersebut tak terbukti.

Sebelumnya, Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri divonis hukuman 5 tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti US$ 3,089.

Hakim menilai dalam proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Ricksy terbukti melakukan pidana korupsi. Ricksy dinilai terbukti bersalah melanggar hukum lantaran perusahaannya tidak mengantongi izin pekerjaan bioremediasi.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. [gus]
Klik Inilah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar