JAKARTA, KOMPAS - Ketua Komisi Yudisial Eman Suparman menerima laporan pengaduan istri terdakwa kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, Selasa (14/5), di Jakarta. Eman mengindikasikan, hakim kasus tersebut tidak imparsial. Berdasarkan keterangan para pelapor, hakim tidak mengakomodasi saksi ahli bioremediasi yang diajukan terdakwa.
”Kuasa hukum istri terdakwa mengatakan, hakim pada proses pemeriksaan tidak mengakomodasi sejumlah saksi yang diajukan pihak terdakwa. Ini mengindikasikan hakim tidak imparsial dan tidak menganut asas audi et alteram partem (mendengarkan pihak lain),” kata Eman.
Menurut dia, jika pada pemeriksaan KY terhadap hakim ditemukan keberpihakan, jelas terjadi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Eman akan meminta komisioner supaya menjadikan kasus ini prioritas dibawa dalam rapat panel komisioner KY. ”Sesuai alur dan prosedur, proses paling lama 3 bulan 10 hari,” katanya.
Berdasarkan keterangan Nur Ridhowati, kuasa hukum istri terdakwa, laporan pengaduan tersebut telah didahului surat yang dikirim ke KY, 25 April 2013.
Selain langsung bertemu dengan Eman, Sumiarti (istri Herlan) dan Ratna Irni Astuti (istri Ricksy Prematuri) juga menyerahkan sejumlah dokumen untuk memperkuat pengaduannya terhadap Sudharmawatiningsih, ketua majelis hakim kasus tersebut. Dalam dokumen-dokumen yang diserahkan, terdapat pula rekaman persidangan yang sudah dilaksanakan sejauh ini.
Saat ini, Herlan dan Ricksy sudah ditahan dengan tuntutan masing-masing 15 tahun dan 12 tahun penjara. Menurut Nur, selama persidangan, pihaknya tidak diberikan kesempatan sama seperti jaksa penuntut umum dalam menghadirkan saksi.
”Saksi dari jaksa tidak ada yang kami khawatirkan, semua men- support. Sekarang kami hanya mau menambahkan satu saksi. Karena ini perkara bioremediasi, kami minta satu ahli bioremediasi,” ujar Nur.
”Pak Ricksy sampai bersujud di depan majelis untuk meminta tambahan satu saksi ini. Tapi ternyata tidak diakomodasi. Ada saksi yang mengaku ahli bioremediasi, Edison Effendi. Dia ini selalu mengikuti tender di Chevron dan kalah. Dia ini yang dijadikan patokan Kejagung dan BPKP,” lanjut Nur. (K05)
Klik Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar