Jumat, 17/05/2013 22:16 WIB
Jakarta - Usai Kejaksaan Agung (Kejagung) menjemput paksa General Manager Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Bachtiar Abdul Fatah, Chevron berang. Tindakan Kejagung disebutnya tidak hanya melanggar hukum, tapi melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Tindakan tersebut melanggar hak hukum dan hak asasinya dengan mengabaikan putusan pra peradilan yang sah dan telah membatalkan penetapannya sebagai tersangka terkait kasus bioremediasi yang telah disidik oleh Kejaksaan Agung," kata Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Abdul Hamid Batubara dalam rilis Chevron yang diterima detikcom, Jumat (17/5/2013).
Hamid berargumen, Bachtiar telah diputus bebas dari tahanan selama 62 hari pada 27 November 2012 terkait kasus bioremediasi Chevron. Bebasnya Bachtiar dan tiga orang rekannya waktu itu karena penetapannya sebagai tersangka tidak disertai bukti yang cukup.
"Putusan pra peradilan tidak dapat diabaikan oleh siapapun tanpa adanya putusan resmi dari Mahkamah Agung (MA) yang memang menganulir putusan pra peradilan tersebut," imbuh Hamid dan diamini Managing Director Chevron Indonesia Jeff Shellebarger.
Sementara itu, Kejagung menjemput paksa Bachtiar karena berkas Bachtiar dinyatakan lengkap. Dia segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Dalam kasus bioremediasi, Kejagung menetapkan 4 tersangka dari PT Chevron yakni Bachtiar, Endah Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari, Widodo dan Alexiat Tirtawidjaja.
Dua tersangka lainnya adalah kontraktor proyek bioremediasi yaitu Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur PT Sumigita Jaya Herland Bin Ompo.
Dalam perkara ini, Ricksy divonis 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 2 bulan dan uang pengganti US$ 3,089. Sedangkan Herland dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti US$ 6,9 juta.
Pihak Chevron dalam rilisnya bersikukuh bahwa mereka tidak bersalah. Mereka mengklaim pemerintah menguatkan bahwa mereka tak bersalah dan Kejagung berada dalam kesalahpahaman.
"Pengadilan telah mendengarkan kesaksian dari pejabat-pejabat dari SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa operasi Chevron taat hukum," pungkas Hamid.
(dnu/asp)
Klik Detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar