Penulis : Amir Sodikin | Rabu, 8 Mei 2013 | 17:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, telah memvonis Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri bersalah melakukan tindak pidana korupsi bioremediasi pada areal PT Chevron Pacific Indonesia.
Padahal, banyak pihak yang menyatakan kasus tersebut lemah dalam dakwaan dan belum ada kerugian negara yang diakibatkan.
Menanggapi vonis tersebut, penasehat hukum Ricksy Prematuri, Najib Gisymar, pada Rabu (8/5/2013) menyatakan, majelis hakim tak menggunakan fakta persidangan dalam menetapkan kliennya bersalah.
Selain itu, argumentasi yang digunakan majelis hakim ternyata ada yang dikorupsi atau dihilangkan demi memastikan dakwaan jaksa terbukti.
Salah satu pertimbangan majelis hakim adalah Pasal 40 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Menurut majelis hakim, GPI sebagai kontraktor pekerjaan teknis pengolahan limbah dengan bioremediasi harus memiliki izin tersendiri, di luar izin yang dimiliki Chevron.
Namun yang disayangkan, majelis hakim tak membaca Ayat (4) huruf d pada peraturan pemerintah tersebut. Di situ jelas disebutkan tentang lokasi tempat kegiatan.
"GPI tak mempunyai lokasi tempat kegiatan karena yang memiliki adalah PT Chevron. Ayat 4 ini telah dipotong, majelis hakim takut perkaranya bisa bebas jika ayat ini disertakan," kata Najib.
Bagi Najib, korupsi ayat 4 huruf d tersebut merupakan upaya jahat, keji, dan fatal. Namun, Najib masih berharap, Pengadilan Tinggi masih bisa jernih memandang kasus ini nantinya ketika dilakukan upaya hukum lanjutan.
"Setidaknya pada level Mahkamah Agung, kalau mempertimbangkan penerapan hukumnya bisa bebas," kata Najib.
Sebagaimana diberitakan, Ricksy telah divonis bersalah dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider kurungan dua bulan.
PT GPI sebagai perusahaan juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara 3,089 juta dollar AS.
Dukungan alumni Juru bicara himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Odjat Sujatnika bersama kaukus yang yang melibatkan alumni IPB, almuni Universitas Indonesia, dan almuni Institut Teknologi Bandung, berjanji akan terus mengawal proses hukum para terdakwa bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia.
Hal itu mereka lakukan karena yakin para terdakwa telah melaksanakan prosedur bioremediasi dengan benar. Ricksy sudah bekerja sesuai aturan yang berlaku dan
"Kami sebagai Alumi IPB dan mewakili kaukus IPB-ITB-UI akan berjuang terus secara baik dan benar," kata Odjat.
Pernyataan tersebut disampaikan terkait kekecewaannya terhadap vonis bersalah dari majelis hakim untuk Ricksy.
Solidaritas alumni tiga universitas itu terbentuk karena dari lima terdakwa kasus dugaan korupsi bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia tersebut ada tiga terdakwa yang memiliki almamater terkait.
Terdakwa Riksy adalah alumni IPB, terdakwa Kukuh Kertasafari alumni ITB, dan terdakwa Endah Rumbiyanti adalah alumni UI.
Vice President Policy, Governement & Public Affairs Chevron, Yanto Sianipar, di depan pada pendukung Ricksy mengatakan, pihaknya kecewa dengan pengadilan yang tidak melihat fakta-fakta secara obyektif dan adil.
Bahkan, Yanto sudah melaporkan ke kantor Chevron di Amerika Serikat tentang persidangan yang sangat mengecewakan.
"Yang dilakukan hakim Sofialdi dengan dissenting opinion itulah yang menggunakan fakta-fakta persidangan sesungguhnya," kata Yanto.
Sofialdi memaparkan, terdakwa Ricksy tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah baik sesuai dakwaan primer maupun dakwaan subsider.
Alasan Sofialdi, pekerjaan bioremediasi telah dilakukan GPI dan telah selesai. GPI juga tak harus mengurus izin sendiri karena menurut peraturan pemerintah, yang harus mengurus izin bioremediasi adalah Chevron sebagai pemilik limbah.
Sofialdi juga menganggap, keterangan ahli Edison bisa diabaikan karena penuh konflik kepentingan.
Dony Indrawan, Corporate Communication Manager Chevron, menyatakan kekecewaannya karena majelis hakim yang termakan oleh paparan ahli Edison Effendi. Padahal, Edison adalah orang yang sakit hati dan pernah kalah dalam tender di Chevron.
"Awalnya majelis hakim dalam paparannya mendukung proyek bioremediasi yang berhasil. Tapi akhirnya mengambil data dari Edison yang penuh konflik kepentingan. Chevron akan terus mendukung upaya hukum lanjutan yang berjalan," kata Dony.
Editor : Tjahja Gunawan Diredja
Klik Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar