REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Produksi minyak Indonesia terancam menyusul rencana mogok sejumlah karyawan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang menuntut keadilan penanganan kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi.
"Jika pemogokan kerja sampai dilakukan, maka kerugian besar bagi negara ini. Karena Chevron berkontribusi besar bagi negara dalam produksi minyak," kata Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Bintoro, Ahad (5/5).
Namun rencana mogok kerja tersebut, kata dia, akhirnya dapat diatasi setelah pihak SSK-Migas dengan petinggi Chevron melakukan mediasi. "Seluruh pimpinan Chevron di wilayah kerja manapun, akhirnya meminta karyawan untuk tidak melakukan mogok kerja," katanya.
Sebelumnya, akibat adanya kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi, sempat dikabarkan menyebabkan turunnya produksi minyak Chevron Wilayah Provinsi Riau, khususnya pada kawasan Bangko, Kabupaten Rokan Hilir hingga mencapai 15 ribu hingga 20 ribu barel.
Bayangkan saja, jika hal demikian benar terjadi, kata dia, maka sama artinya negara mengalami kerugian lebih dari 1,5 hingga 2 juta dolar AS per hari. "Jumlah itu tidaklah sedikit, karena setara dengan Rp 15 miliar hingga Rp 20 miliar. Oleh karenanya, jangan sampai kasus bioremediasi ini menjadi dilema bagi negara. Pihak kejaksaan dituntut untuk bijak dan arif dalam memandang satu persoalan hukum," paparnya.
Elan menjelaskan, pada kasus bioremediasi memang sangat banyak kejanggalan-kejanggalan, dimana sesuatu hal yang sebenarnya tidak melanggar hukum, justru diklaim sebagai suatu pelanggaran hukum. "Saya heran, sebenarnya tugas jaksa itu apakah sebagai penegak hukum atau justru hanya sekedar melakukan tuntutan. Hal ini mengingat jaksa menuntut para terdakwa kasus yang sebenarnya belum tentu sebuah kasus begitu tinggi, yakni lebih 12 tahun. Sedangkan para koruptor yang jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum, justru diberikan tuntutan ringan," tuturnya.
Sebelumnya, jaksa telah menuntut dua terdakwa dari pihak kontraktor PT CPI, yakni Herland dan Ricksy, selama 15 dan 12 tahun penjara. Sementara tiga lagi yang merupakan karyawan Chevron masih dalam proses sidang lanjutan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Ediyanus Herman Halim mengatakan, pemerintah sudah saatnya bertindak adil untuk penanganan kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi di sejumlah wilayah kerja eksploitasi PT Chevron. "Jangan sampai ketidak adilan justru membuat negara mengalami kerugian besar akibat gejolak karyawan perusahaan tersebut. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produksi minyak Chevron hingga tidak mencapai target yang telah ditetapkan," katanya.
Redaktur : Nidia Zuraya
Sumber : Antara
Klik Republika Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar