Penulis : Amir Sodikin | Jumat, 3 Mei 2013 | 21:38 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa perkara dugaan bioremediasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) yang juga Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo, mengajukan pledoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (3/5/2013). Ia tak habis pikir dengan tuntutan atas dirinya yang bombastis, padahal kerugian negara belum terjadi.
"Begitu mudahnya menelan mentah-mentah cerita seorang ahli yang sakit hati karena kalah tender di Chevron," kata Herlan. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Sudharmawatiningsih.
Ahli yang sakit hati adalah Edison Effendi yang dijadikan ahli Kejaksaan Agung. Selain Edison, dua ahli lain yang digunakan yaitu Prayitno dan Bambang Iswanto. Hanya saja, keterangan ketiganya dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan penyidik Kejagung, isinya sama termasuk titik komanya.
"Dalam BAP para ahli tersebut ternyata hanya copy paste, terlebih lagi para ahli tersebut bekerja pada perusahaan yang sama yaitu Yola Konsultan dan banyak mendampingi perusahaan-perusahaan kalah tender dalam proyek bioremediasi PT CPI," kata Herlan. Kasus BAP "copy paste" tersebut kini diadukan oleh penasehat hukum Herlan ke Mabes Polri.
Keganjilan lain yang dilakukan Edison yaitu melakukan uji atas tanah yang diambil dengan melampaui batas toleransi validitas suatu sampel. Sampel diambil 9 April 2012 dan baru dites 13 Juni 2012. Atau, pengujian dilakukan setelah lebih dari 60 hari. Padahal menurut ketentuan, tak boleh lebih dari 14 hari.
Uji dilakukan di Laboratorium di Kejaksaan, yang merupakan laboratorium yang tidak mempunyai standard dan akreditasi. "Namun semua fakta yang diciptakan Edison dijadikan dasar oleh JPU menuntut saya," kata Herlan.
Herlan dituntut JPU dengan pidana penjara 15 tahun, denda Rp 1 miliar subsider kurungan 6 bulan , dan uang pengganti kerugian negara 6,9 juta dollar AS atau pidana pengganti 5 bulan penjara jika tak bisa melunasi uang pengganti.
Herlan mengatakan, tuntutan itu bombastis dan tak sesuai dengan fakta persidangan. Padahal, berdasarkan fakta persidangan, tak ada kerugian negara akibat bioremediasi. Uang yang dibayarkan Chevron ke kontraktor masih terhitung uang Chevron sendiri.
Saksi dari BP Migas sebelumnya menerangkan, mekanisme penyelesaian perselisihan antara BP Migas dan Chevron diatur dalam Kontrak PSC (Production Sharing Contract). Selama ini belum pernah terjadi masalah dengan PSC.
Dalam PSC, setiap persoalan keuangan ada cara tersendiri untuk menyelesaikannya yaitu melalui over lifting atau lebih bayar dan under lifting atau kurang bayar, sebagai cara untuk koreksi perhitungan keuangan antar para pihak dalam PSC.
Bahkan, yang terjadi ternyata ada kelebihan bayar terhadap BP Migas sehingga BP Migas harus mengembalikan uang 24 juta dollar AS kepada Chevron. Namun karena ada kasus bioremediasi, ada kewajiban bayar BP Migas yang ditunda sebesar 9 juta dollar AS.
"Fakta soal over lifting dan suspend ini ditutupi JPU. Jadi negara tidak pernah dirugikan, uang yang telah dikeluarkan untuk bioremediasi adalah uang Chevron sendiri," kata Herlan.
Herlan menambahkan, fakta adanya mekanisme over lifting dan under lifting dan suspend antara KKKS dengan BP Migas semakin memperkuat argumentasi bahwa penegakan hukum pidana dalam hal ini adalah kekeliruan yang sangat nyata dan telah menempatkan Terdakwa sebagai korban fitnah yang sangat keji.
Putusan Majelis Hakim untuk Herlan akan dibacakan pada Selasa 7 Mei jam 12.30. Saat berita ini dibuat, masih berlangsung sidang dengan agenda pledoi oleh terdakwa dugaan bioremediasi fiktif yaitu Direktur PT Green Planet Indonesia, Ricksy Prematuri. (Amir Sodikin)
Editor : Agus Mulyadi
Klik Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar