Rabu, 22/05/2013 22:35 WIB
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan berkas General Manager Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Bachtiar Abdul Fatah ke pengadilan dinilai mengebiri HAM. Hal ini juga dinilai bentuk mengkriminalisasikan kontrak perdata yang lazim dalam dunia bisnis.
"Ini menjadi kriminalisasi kontrak PSC," kata Corporate Communication Manager Chevron Pacific Indonesia Doni Indrawan, saat berbincang dengan detikcom (22/5/2013).
"Tindakan Kejagung yang mempidanakan karyawan dan kontraktor kami atas proyek perusahaan yang sudah disetujui dan diawasi pemerintah dan dinyatakan taat hukum merupakan kekerasan negara kepada warganya seperti yang terungkap dalam temuan pelanggaran HAM oleh Komnas HAM," sambung Doni.
Apalagi dalam putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Bachtiar telah dibebaskan dalam kasus tersebut. Sehingga langkah jaksa yang menyeret kembali Bachtiar telah mengebiri keadilan dan hak-hak asasi.
"Sesuai dengan hukum di Indonesia putusan praperadilan ini final dan mengikat," tutur Doni.
Sebagai perusahaan yang taat hukum, Chevron akan terus memastikan hak-hak Bachtiar dan karyawan serta kontraktor sebagai warga negara bisa dihormati dan dilindungi. Namun pada kenyatannya, Kejagung sebagai aparat penegak hukum malah berbuat sebaliknya.
"Kami tetap yakin bahwa tindakan Kejagung ini telah melanggar hukum dan hak asasi Bachtiar sebagai warga negara yang merdeka," pungkas Doni.
(asp/rmd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar