Humas SKK Migas, Elan Budiantoro |
Pekanbaru (ANTARA) - SKK-Migas menduga, salah satu penyebab dua perusahaan migas asal Amerika Serikat hengkang dari Indonesia adalah buruknya birokrasi hukum seperti pada penanganan kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi Chevron.
"Dua perusahaan migas (minyak dan gas) yang dimaksud, yakni Anadarko Petroleum Corporation dan Hess Corporation," kata Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Bintoro kepada Antara Pekanbaru per telepon, Minggu (5/5).
Menurut dia, banyak faktor penyebab kedua perusahaan tersebut memilih untuk menunggalkan Indonesia dalam upaya eksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi di Indonesia.
Untuk Anadarko, demikian Elan, sebelumnya memang telah melepas seluruh wilayah kerjanya, semisal di Sulawesi Barat, padahal perusahaan itu sudah sempat melakukan pengeboran, kemudian di Sumatera Selatan.
"Selain buruknya birokrasi di daerah, bisa jadi penegakan hukum yang lemah salah satu faktor lagi penyebab perusahaan ini memilih hengkang. Padahal, nilai investasinya begitu besar dan seharusnya sangat mendukung bagi pemasukan negara," katanya.
Semua saham perusahaan tersebut kata dia, akhirnya dijual ke PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Hulu Energi yang sebelumnya memang telah mencapai kesepakatan definitif dengan Anadarko Offshore Holding Company LLC untuk mengakuisisi 100 persen saham dari tiga anak perusahaan Anadarko.
Satu perusahaan Amerika lainnya yang juga hengkang dari Indonesia adalah Hess Corporation juga dengan cara menjual seluruh asetnya.
Elan menjelaskan, manajemen Hess telah melapor kepada SKK-Migas terkait rencana penjualan aset di Indonesia.
Hess di Indonesia memiliki dua aset, yaitu lapangan gas Pangkah dengan 75 persen hak partisipasi, sisanya dikuasai oleh Kuwait Foreign Petroleoum Exploration (Kufpec). Satu lagi adalah 100 persen hak partisipasi di Semai V, Indonesia yang masih dalam tahap eksplorasi.
"Memang banyak alasan Hess untuk hengkang dari Indonesia, salah satunya adalah untuk fokus bisnis. Namun siapa yang tahu, justru hal itu disebabkan berbagai hal lainnya," kata dia.
Untuk itu, demikian Elan, sebaiknya kasus dugaan korupsi bioremediasi harus diproses secara tepat dan adil, agar tidak mengancam pertumbuhan perekonomian negara khususnya di sektor migas.
Pada kasus ini, sebelumnya Kejaksaan Agung telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka (terdakwa), tiga diantaranya merupakan karyawan PT CPI, yakni Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, dan Widodo.
Sementara dua lainnya adalah dari kalangan rekanan kontraktor, yakni Herlan bin Ompo dan Ricksy Prematuri yang sebelumnya telah dikenai tuntutan hukuman penjara atas tuduhan korupsi pada kasus bioremediasi.
Keduanya dituntut 12 hingga 15 tahun penjara dan denda miliaran rupiah. Tuntutan jaksa ini kemudian menimbulkan gejolak ribuan karyawan Chevron sebelumnya sempat menggelar aksi pengumpulan tandatangan menuntut keadilan atas kasus yang menurut mereka sebuah rekayasa. (ar)
Klik Link
Tidak ada komentar:
Posting Komentar